SOAL :
Ustadz apakah sampai kiriman pahala kita, seperti pahala shalat, atau baca al-Fatihah, atau sedekah atau haji umrah di kirimkan untuk oarang yang telah mati ? Jazakallah khair atas jawabannya, dari Kang Dadang di Majalengka.
JAWAB :
Barokallahufikum. Pertanyaan tentang kirim pahala ini jawabannya memerlukan perincian, karena didalam mengoper pahala untuk orang yang telah mati itu ada yang dibolehkan dan pahalanya sampai kepada mayyit, seperti sedekah, puasa, haji atau umrah, qadha utang puasa, nadzar, dll.
Ada juga yang tidak bisa diatas namakan orang lain dan pahala tersebut tidak akan sampai kepada mayyit seperti shalat, membaca al Quran dll. Walaupun dalam masalah ini ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama.
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :
[1] Orang hidup bisa memberi manfaat kepada orang yang telah mati tapi tidak secara mutlak, akan tetapi hanya terbatas apa yang disebutkan oleh dalil saja diantaranya :
1. DOA
Doa yang dimaksud adalah memohonkan ampunan serta rahmat kepada Allah untuk mayyit.
Allah Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
(QS Al-Hasyr : 10)
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengatakan bahwa diantara doa yang diijabah adalah doa dari kejauhan (Bidzahril ghaib) sementara mendoakan mayyit adalah diantara bentuk doa dari kejauhan yakni yang di doakannya tidak mengetahuinya.
Rasulullahshalallahu alaihi wasallam bersabda :
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
Doanya seorang Muslim kepada saudaranya dari kejauhan (yang tidak diketahui oleh orang yang di doakan) adalah di ijabah.
Di kepalanya ada malaikat yang di perintahkan (untuk mengaminkan) setiap muslim yang mendoakan saudaranya dengan kebaikan. Malaikat itu mengatakan, “Amiin semoga engkau pun mendapatkan seperti dengan yang telah engkau doakan”
(HR Muslim : 2733)
2. MEMBAYARKAN UTANG PUASA MAYYIT
Dalil untuk masalah ini adalah hadits :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ امْرَأَةً رَكِبَتِ الْبَحْرَ فَنَذَرَتْ إِنْ نَجَّاهَا اللَّهُ أَنْ تَصُومَ شَهْرًا، فَنَجَّاهَا اللَّهُ، فَلَمْ تَصُمْ حَتَّى مَاتَتْ فَجَاءَتْ، ابْنَتُهَا أَوْ أُخْتُهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَأَمَرَهَا أَنْ تَصُومَ عَنْهَا»
Dari Ibnu Abbas bahwasanya seorang perempuan berlayar di laut. Ia bernadzar untuk melakukan puasa selama satu bulan jika Allah menyelamatkannya. Lalu Allah menyelamatkan perempuan itu, namun ia tidak melakukan puasa tersebut sampai dia meninggal dunia.
Anak perempuannya atau saudaranya datang kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memerintah kepadanya untuk berpuasa atas nadzar ibunya itu.
(HR Abu Dawud : 3302)
Dari Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيهُ
Siapa yang meninggal dunia sementara ia punya hutang puasa, maka walinya yang harus mempuasakannya”
(HR Muttafaq ‘Alaih)
3. MEMBAYARKAN UTANG PIUTANG MAYYIT
Yang berhak melunasi utang mayyit ini adalah kerabatnya atau orang lain yang ingin berbuat kebaikan untuk mayyit.
Qotadah Radhiyallahu anhu mengatakan :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِرَجُلٍ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ، فَإِنَّ عَلَيْهِ دَيْنًا. قَالَ أَبُو قَتَادَةَ: هُوَ عَلَيَّ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بِالوَفَاءِ، قَالَ: بِالوَفَاءِ، فَصَلَّى عَلَيْهِ.
Sesungguhnya pernah didatangkan jenazah seorang lelaki kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam untuk di shalati, lalu Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Shalatilah temanmu, karena dia mempunyai tanggungan utang”.
Abu Qatadah berkata, ‘Aku yang menanggung utangnya’. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kamu mau melunasinya?”
Abu Qatadah mengiyakannya, maka Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun menshalatinya.
(HR Tirmidzi : 1069)
4. MENUNAIKAN NADZAR MAYYIT
Dalilnya adalah Hadits Ibnu Abbas, Beliau mengatakan :
أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ نَذْرٍ كَانَ عَلَى أُمِّهِ تُوُفِّيَتْ قَبْلَ أَنْ تَقْضِيَهُ؟ فَقَالَ : اقْضِهِ عَنْهَا.
Bahwasanya Sa’ad bin ‘Ubadah bertanya kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam tentang utang nadzar ibunya yang meninggal dunia dan belum di tunaikannya.
Maka Beliau shalallahu alaihi wasallam bersabda, “ Tunaikanlah utang nadzarnya”
(HR Bukhari 6698, Muslim : 6638)
5. MENGHAJIKAN ATAU MENGUMRAHKAN MAYYIT
Dalilnya adalah Hadits Ibnu Abbas juga ia mengatakan :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ، قَالَ: «مَنْ شُبْرُمَةُ؟» قَالَ: أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ: «حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟» قَالَ: لَا، قَالَ: «حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ»
Sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wasallam mendengar seorang lelaki berkata, Labbaik ‘an Syubrumah (aku penuhi panggilan Engkau untuk Syubrumah), Beliau bertanya, “Siapa Syubrumah?”
la menjawab, “Saudara lelakiku atau kerabatku”.
Beliau berkata, “Apakah kamu telah haji untuk dirimu?”
Ia menjawab, “Belum”
Beliau berkata, “Hajilah untuk dirimu, baru kemudian untuk Syubrumah”.
(HR Abu Dawud : 1811)
6.BERSEDEKAH ATAS NAMA MAYYIT
Dalilnya adalah :
عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمَّ سَعْدٍ مَاتَتْ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ الْمَاءُ قَالَ فَحَفَرَ بِئْرًا وَقَالَ هَذِهِ لِأُمِّ سَعْدٍ
Dari Sa’ad bin Ubadah, sesungguhnya ia telah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibunya Sa’ad telah wafat, maka sedekah apa yang paling utama untuknya? ” Beliau bersabda, “Air.”
Sa’ad berkata, “Maka aku membuat sumur yang aku niatkan pahalanya untuk ibuku.”
(HR Abu Dawud : 1681)
Catatan :
Walaupun dalam hadits tertulis sedekah untuk mayyit sifatnya tertentu untuk orang tua, namun hal ini mencakup boleh sedekah untuk selain orang tua seperti kerabat bahkan orang lain yang bukan kerabat, demikian juga boleh bagi orang yang sudah meninggal ataupun yang masih hidup.
Dan sampainya pahala sedekah untuk mayyit ini telah disepakati oleh para ulama diantaranya Imam an-Nawawi rahimahullah berkata :
وفي هذا الحديث : أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك بإجماع العلماء
Dan diantara faidah dari hadits ini adalah : bahwa sedekah atas nama seorang yang telah meninggal ( mayyit ) akan memberikan manfaat untuknya dan pahala pun sampai kepadanya, dan itu merupakan kesepakatan ulama”.
Mayyit disini bersifat umum baik orang tua atau bukan, baik kerabat atau bukan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- juga berkata :
” الصدقة عن الموتى ونحوها تصل إليهم باتفاق المسلمين
”Sedekah atas nama mayyit atau semisalnya akan sampai kepadanya (pahala) berdasarkan kesepakatan ulama kaum muslimin”. ( Jaami’ al Masaail 4/270 )
Syaikh Bin Baaz rahimahullah mengatakan :
الصدقة تقبل وتنفع ، عن الأب والأم وعن غيرهما ، فالصدقة فيها خير كثير عن الحي والميت
Sebuah sedekah akan diterima bermanfaat atas nama ayah atau ibu atau untuk selain keduanya, karena dalam sedekah sangat banyak kebaikannya baik diatas namakan orang yang masih hidup ataupun yang telah mati”
(Fatawa Nurun ‘Alad Darb 14/303).
Jika bersedekah atas nama orang lain baik kerabat atau lainnya maka tidak di syaratkan untuk di beritahukan, sebagaimana dikatakan :
وكلَّ قربةٍ فَعَلَها مسلمٌ ، وجعَلَ ثوابَها لمسلمٍ ، حيٍّ أو ميّتٍ : حصَل له ثوابُها ، ولو جَهِلَ الجاعلُ من جعلَه لهُ ، كالدعاءِ إجماعاً ، والاستغفارِ
“Setiap ketaatan (yg boleh diatas namakan orang lain) yang dilakukan seorang muslim lalu di niatkan pahalanya untuk muslim (yang lain) baik hidup atau sudah mati maka ia akan mendapatkan pahalanya walaupun yang dikirim pahalanya tersebut tidak mengetahui seperti doa menurut kesepakatan ulama, demikian juga istigfar”
(Nailul Maarib bi Syarhi dalil at Thalib 1/237)
7. AMAL SHALIH YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SECARA OTOMATIS AKAN SAMPAI KEPADA ORANG TUANYA YANG TELAH MENINGGAL
Seluruh amalan shalih seorang anak apapun bentuknya baik itu shalat, puasa, dzikir, baca al-Qur’an termasuk dalam hal ini baca al-Fatihah, sedekah, belajar ilmu agama, akan sampai kepada orang tuanya yang telah meninggal. Sebabnya karena anak adalah hasil usaha dan jerih payah orang tuanya.
Disini berlaku ayat :
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”
(QS An-Najm : 39)
Sementara anak adalah hasil usaha orang tuanya, sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ أَطْيَب مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ، وَإِنَّ وَلَدَهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya perkara yang dimakan seseorang yang paling baik adalah karena hasil usahanya, dan anak adalah bagian dari hasil usaha”
(HR Ahmad : 24032)
[2] Inilah diantara beberapa amalan yang pahalanya sampai kepada mayyit, adapun seperti shalat, membaca al-Qur’an adalah amalan yang tidak sampai kepada mayyit, terkecuali dari seorang anak terhadap orang tua, akan sampai kepada mayyit karena anak adalah hasil orang tua.
[3] Disana ada pula amalan mayyit ketika hidup di dunia yang akan mengikutinya sampai ke alam kuburnya, mengalir terus pahala sedekahnya, yaitu amalan shalih secara umum, atau shadaqah yang jariyah.
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).
(QS Yasin : 12)
Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
«إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ، وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ، وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ، أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ، أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ، أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ، أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ، يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ»
‘Sesungguhnya salah satu amal perbuatan dan kebajikan-kebajikan seorang mukmin yang akan menemui setelah kematinya, adalah; ilmu yang diajar dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, muhshaf (Al Qur’an) yang diwariskannya, masjid yang di bangunnya, rumah untuk ibnu sabil (musafir) yang di bangunnya, sungai yang di alirkan airnya, atau sedekah yang dikeluarkannya dari hartanya di waktu sehat dan hidupnya, semuanya itu akan menemuinya setelah meninggal dunianya’.”
(HR Ibnu Majah : 242, di sahihkan Al-Albani di kitab Irwa’ul Ghalil 6/28 ).
Demikian semoga bermanfaat, Wallahu a’lam
✍️ Abu Ghozie As-Sundawie