PULANG SAFAR SUDAH DEKAT RUMAH APAKAH MASIH BOLEH JAMA QASAR ?

SOAL :

Mau tanya Ustadz, Saya baru dalam perjalanan pulang dari Surabaya ke Situbondo sampai di Pasir Putih (kira-kira 14 Km masuk Situbondo) masuk waktu Maghrib dan kami shalat maghrib berjama’ah. Pertanyaanya bolehkah saya menjama’ dan Qashar (maghrib Isya’) karena sebenarnya 20 menit sudah tiba rumah. Dari Sirwan Sujono di Situbondo.

JAWAB :

Barokallahu fikum Akhuna Sirwan di Situbondo semoga istiqamah selalu….Terkait pertanyaan sampeyan saya susun dalam poin-poin berikut :

[1] Musafir ketika masih dirumah nya yakni belum berangkat lalu tiba waktu shalat maka saat itu belum boleh shalat jama’ Qashar karena belum dianggap safar. Berbeda dengan ibadah puasa, ketika seseorang niat safar dari rumahnya sudah di bolehkan untuk berbuka walaupun belum berangkat. Dasarnya adalah :

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: أَتَيْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضي الله عنه – فِي رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ سَفَرًا , وَقَدْ رُحِلَتْ لَهُ رَاحِلَتُهُ وَلَبِسَ ثِيَابَ السَّفَرِ , فَدَعَا بِطَعَامٍ فَأَكَلَ , فَقُلْتُ لَهُ: سُنَّةٌ؟ , قَالَ: ” سُنَّةٌ ” , ثُمَّ رَكِبَ

Dari Muhammad bi Ka’ab ia berkata, Aku mendatangi Anas bin Malik pada bulan Ramadhan sementara ia mau safar, telah disiapkan kendaraannya, serta memaki pakaian musafir, lalu ia minta diambilkan makanan dan memakannya. Aku bertanya kepadanya Apakah (makan sebelum berangkat safar ketika berpuasa) bagian dari sunnah ? beliau menjawab iya sunnah, lalu belaiu pun berangkat” (HR Tirmidzi : 799, Daraquthni : 37, Baihaqi : 7969)

[2] Seseorang dianggap musafir kalau sudah meninggalkan batasan kampung rumahnya dan ini pendapat Mayoritas ulama’ mereka mengatakan bahwa mulai diperbolehkannya menqashar shalat adalah setelah seorang keluar dari batas negeri (daerah tempat tinggal) nya. Di antara dalilnya adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata;

صَلَيْتُ الظُّهْرَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِيْنَةِ أَرْبَعًا وَالْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ.

“Aku Shalat Zhuhur bersama Nabi a di Madinah empat raka’at, dan Shalat Ashar di Dzul Hulaifah dua raka’at.” (HR. Bukhari: 1039, Muslim : 690).

Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mulai mengqashar shalat setelah keluar dari Madinah.

Berkata Ibnul Mundzir rahimahullah :

“Aku tidak mengetahui bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam melakukan qashar dalam beberapa safar, kecuali beliau telah keluar dari Madinah.”

Pada Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 101 Allah mengaitkan antara mengqashar shalat dengan bepergian di muka bumi. Dan tidak dianggap berpergian di muka bumi hingga seorang meninggalkan bangunan terakhir daerah tempat tinggalnya.

[3] Seseorang tidaklagi musafir kalau sudah sampai ketempat pada saat pertamakali ia dianggap sebagai musafir yaitu masuk batas negeri (daerah tempat tinggalnmya)

Di dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah 27/287 disebutkan :

وَدُخُول الْوَطَنِ الَّذِي يَنْتَهِي بِهِ حُكْمُ السَّفَرِ هُوَ أَنْ يَعُودَ إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ الْقَصْرَ، فَإِذَا قَرُبَ مِنْ بَلَدِهِ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَهُوَ مُسَافِرٌ مَا لَمْ يَدْخُل

“Dan masuknya ke negeri (daerah tempat tinggalnya) yang menyebabkan berakhirnya masa disebut musafir adalah ketika ia kembali ke tempat yang pertama kalinya ia memulai disebut musafir, maka apabila sudah dekat ke negeri (daerah tempat tinggalnya) lalu datang waktu shalat, maka ia masih dikatakan musafir selama belum masuk negerinya (daerah tempat tinggal)”

وَقَدْ رُوِيَ: أَنَّ عَلِيًّا – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – حِينَ قَدِمَ الْكُوفَةَ مِنَ الْبَصْرَةِ صَلَّى صَلاَةَ السَّفَرِ وَهُوَ يَنْظُرُ إِلَى أَبْيَاتِ الْكُوفَةِ.

Telah diriwayatkan bahwasanya Ali radhiyallahu anhu ketika datang ke kufah dari Bashrah (Ali saat itu menetap di Kufah), beliau shalat sebagaimana shalatnya musafir (jama’ Qashar) padahal ia melihat atap rumah-rumah penduduk Kufah

وَرُوِيَ – أَيْضًا – أَنَّ ابْنَ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – قَال لِمُسَافِرٍ: صَل رَكْعَتَيْنِ مَا لَمْ تَدْخُل مَنْزِلَكَ. وَإِذَا دَخَل وَطَنَهُ فِي الْوَقْتِ وَجَبَ الإْتْمَامُ.

Dan di riwayatkan pula bahwasanya Ibnu Umar berkata kepada Musafir, shalatlah engkau dua roka’at selama belum masuk tempat tinggalmu (Rumahmu). Dan apabila sang Musafir telah masuk ke negerinya (tempat tinggalnya) sementara waktu shalat masih ada maka wajib musafri ini menyempurnakan shalat (tidak boleh jama’ qashar)

[4] Seorang musafir yang telah menjama’ shalat tidak wajib mengulangi shalat setelah tiba di tempat tinggalnya, meskipun waktu shalat masih ada.

Berkata Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz rahimahullah ;

“Jika ia menjama’ dan mengqashar shalat dalam perjalanan, kemudian tiba di tempat mukimnya sebelum masuk waktu shalat kedua atau pada waktu shalat kedua, ia tidak harus mengulanginya, karena ia telah melaksanakan sesuai dengan tuntunan syar’i. Tetapi jika ia melaksanakan (shalat) lagi bersama jama’ah, maka itu sunnah baginya.”

Didalam fatwa Ulama Lajnah Ad-Daaimah :

سئل علماء “اللجنة الدائمة (6/449): ” كنت مسافراً ونويت وأنا عائد من السفر أن أصلي الظهر والعصر جمع تأخير بالمنزل ، فهل يصح لي أن أقصر الصلاتين ؟ علما بأنني قد وصلت بعد العصر.

فأجابوا: إذا وصل المسافر إلى بلده ، فإنه لا يجوز له قصر الصلاة ؛ لانتهاء السفر بدخوله إلى بلده

Para Ulama Komite Tetap (Dewan Fatwa) ditanya, saya Musafir dan di tengah perjalanan pulang safar telah berniat untuk shalat dzuhur dan shalat ‘ashar secara di jama’ Ta’khir di Rumahnya, apakah benar yang saya lakukan mengingat saya tiba di Rumah setelah ashar.

Mereka menjawab : “Apabila Musafir telah sampai ke negerinya, ia tidak boleh lagi mengqashar shalat, karena habisnya masa Musafir adalah ketika Musafir tersebut masuk negerinya (kampung halamannya)

[5] Kesimpulannya dari pertanyaan adalah bahwa Musafir dari surabaya ke situbondo, lalu ketika sudah sampai di daerah Pasir putih (kira-kira 14 Km masuk Situbondo) masih boleh menjama’ Qashar karena masih dianggap sebagai musafir. Wallahu a’lam

Abu Ghozie As-Sundawie

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *