Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
Sebuah nasehat yang indah dari Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah yang diambil dari risalah beliau berjudul “Ittihaafu ahlil Imaan bi Durusi Syahri Ramadhan”, halaman (62-63).
Kami cantumkan dalam artikel ini komentar singkat atas apa yang syaikh hafidzahullah sampaikan.
[1] Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata :
الْحمدُ لِلَّهِ الَّذِيْ فَضَّلَ شَهْرَ رَمَضَانَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ وَخَصَّ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ بِعَظِيْمِ الْأُجُوْرِ، حَثَّ عَلَى تَخْصِيْصِ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ بِمَزِيْدِ اجْتِهَادٍ فِيْ الْعِبَادَةِ لِأَنَّهَا خِتَامُ الشَّهْرِ وَالْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيْمِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَكُلِّ مَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُ :
“Segala puji hanya milik Allah yang telah memuliakan bulan Ramadhan dibadingkan bulan bulan lainnya, yang telah mengistimewakan 10 hari yang akhir dengan pahala yang besar. Menganjurkan untuk mengistimewakan 10 hari terakhir dengan bertambah kesungguhan dalam beribadah, karena ia penutup bulan sementara amalan tergantung di penghujungnya. Semoga shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada Nabi kita Muhammad , keluarganya, para sahabatnya serta setiap pengikutnya dengan baik sampai hari kiamat, Amma Ba’du :
Inilah muqaddimah yang sangat indah, yang para ulama ahli balaghah menamakannya dengan Baro’atul istihlal yaitu :
أَنْ يَأْتِيَ الْمُتَكَلِّمُ فِيْ أَوَّلِ كَلَامِهِ بِمَا يُشْعِرُ بِمَقْصُوْدِهِ
Pembicara menyampaiakan di muqaddimahnya ungkapan yang ada kaitannya dengan apa yang akan disampaikan. (lihat : Aljauhar al Maknun)
Inti dari muqaddimah beliau adalah bahwa bulan Ramadhan memiliki keistimewaan diantaranya 10 malam yang akhir yang dianjurkan bagi setiap muslim untuk meningkatkan ritme ibadahnya. Yang menjadi patokan adalah amalan yang akhirnya sebagaimana berlomba yang jadi penentu adalah di garis finish bukan di start awal berlomba.
[2] Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata :
أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ : إِنَّكُمْ فِيْ عَشْرٍ مُبَارَكَةٍ هِيَ الْعَشْرُ الْأَوَاخِرُ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ جَعَلَهَا اللَّهُ مَوْسِمًا لِلْإِعْتَاقِ مِنَ النَّارِ وَقَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخُصُّ هَذِهِ الْعَشْرَ بِالْاِجْتِهَادِ فِيْ الْعَمَلِ أَكْثَرَ مِنْ غَيْرِهِا كَمَا فِيْ صَحِيْحِ مُسْلِمٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَكَانَ يَجْتَهِدُ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَمْ يَجْتَهِدْ فِيْ غَيْرِهَا
“Wahai kaum muslimin sekarang kalian berada di 10 hari terakhir bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah ta’ala telah menjadikannya sebagai musim untuk membebaskan diri dari Neraka. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengkhususkan bulan ini dengan memperbanyak amal shalih. Sebagaimana terdapat di shahih Muslim dari Aisyah bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasallam bersungguh sungguh dalam menjalankan ibadah pada 10 hari terakhir bulan Ramdhan yang tidak beliau lakukan pada waktu yang lain”
وفي الصحيحين عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ»
“Dan di dalam shahihain dari Aisyah ia berkata, “Bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasallam apabila masuk 10 hari terakhir beliau mengencangkan kain sarungnya menghidupkan malam malamnya dengan ibadah dan membangunkan keluarganya” (HR Bukhari dan Muslim)
KOMENTAR :
Rasulullah shalallahu ‘alaihi salam yang sudah di jamin segalanya oleh Allah, dijamin surga, dijamin dosa dosanya diampuni baik yang lalu ataupun yang akan datang, namun walaupun demikian beliau masih terus bersungguh sungguh disetiap 10 akhir romadhan, maka tentunya kita lebih pantas lagi untuk bersungguh sungguh beribadah di 10 malam yang akhir Ramadhan.
[3] Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata :
وَهَذَا شَامِلٌ لِلْاِجْتِهَادِ فِيْ الْقِرَاَءةِ وَالصَّلَاةِ وَالذِّكْرِ وَالصَّدَقَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ وَكَانَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يَتَفَرَّغُ فِيْ هَذِهِ الْعَشْرِ لِتِلْكَ الْأَعْمَالِ فَيَنْبَغِيْ لَكَ أَيُّهَا الْمُسْلِمُ اَلِاقْتِدَاءُ بِنَبِيِّكَ فَتَتَفَرَّغُ مِنْ أَعْمَالِ الدُّنْيَا أَوْ تُخَفِّفُ مِنْهَا لِتُوْفِّرَ وَقْتًا لِلْاِشْتِغَالِ بِالطَّاعَةِ فِيْ هَذِهِ الْعَشْرِ الْمُبَارَكَةِ.
“Hal ini mencakup kesungguhan beliau dalam membaca al Quran shalat dzikir sadakah dan selainnya. Beliau meluangkan waktu 10 hari terakhir dengan amalan amalan tersebut, maka seyogyanya kalian wahai kaum muslimin mengikuti nabimu dengan melepaskan semua kesibukan duniawi atau menguranginya agar kalian mempunyai waktu untuk melakukan ketaatan pada 10 hari terakhir yang penuh berkah ini”.
وَمِنْ خَصَائِصِ هَذِهِ الْعَشْرِ الْاِجْتِهَادُ فِيْ قِيَامِ اللَّيْلِ وَتَطْوِيْلِ الصَّلَاةِ بِتَمْدِيْدِ الْقِيَامِ وَالرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ وَتَطْوِيْلِ الْقِرَاءَةِ وَإِيْقَاظِ الْأَهْلِ وَالْأَوْلَادِ لِيُشَارِكُوْا الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ إِظْهَارِ هَذِهِ الشَّعِيْرَةِ وَيَشْتَرِكُوْا فِيْ الْأَجْرِ وَيَتَرَبُّوْا عَلَى الْعِبَادَةِ
“Diantara kekhususan 10 hari terakhir adalah semangat menjalankan qiyamul lail dan memperpanjang shalat dengan memperlama berdiri, rukuk, sujud, dan memperpanjang bacaan. Juga membangunkan istri dan anak anak agar mereka ikut serta bersama kaum muslimin menampakkan syi’ar agama ini serta agar mereka mendapat bagian pahala dan terdidik dalam menjalankan ibadah kepada Allah Taala”.
Amalan yang dianjurkan untuk menghidupkan 10 akhir Ramadhan adalah mencakup semua amalan dari mulai shalat malam, membaca al Quran, berdoa, berdzikir, bahkan sedekah. Terutama shalat dan membaca al Quran.
Barangsiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar dengan amalan shalat, maka ia akan mendapatkan pengampunan dosa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.
Adapun membaca Al Quran karena Bulan Ramadhan adalah bulan Al Qur’an, Allah telah memilih bulan Ramadhan untuk menurunkan kitab suci Nya. Bahkan seluruh kitab samawi seperti Taurat, Injil dan Zabur diturunkan dari langit pada bulan Ramadhan. Sungguh alangkah mulianya bulan yang penuh berkah ini, maka berbahagialah orang yang berjumpa dengan bulan Ramadhan.
Allah Ta’ala berfirman :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS Al Baqarah : 185)
Allah Ta’ala juga berfirman :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan”. (QS Al Qadr : 1).
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”. (QS Ad Dukhan : 3).
Watsilah bin Al Asqa’ radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ فِيْ أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ وَالْإِنْجِيلُ لِثَلَاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِيْنَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ
“Suhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama dibulan Ramadhan, sedangkan Taurat pada hari ke enam di bulan Ramadhan, adapun injil pada hari ke tiga belas berlalu dari bulan Ramadhan, dan diturunkan Al Qur’an pada hari ke dua puluh empat berlalu dari bulan Ramadhan”.
(HR Ahmad, 4/107: 16984, Di hasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam As Shahihah : 1575).
Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
يَمْدَحُ تَعَالَى شهرَ الصِّيَامِ مِنْ بَيْنِ سَائِرِ الشُّهُورِ، بِأَنِ اخْتَارَهُ مِنْ بَيْنِهِنَّ لِإِنْزَالِ الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ فِيهِ، وَكَمَا اخْتَصَّهُ بِذَلِكَ، قَدْ وَرَدَ الْحَدِيثُ بِأَنَّهُ الشَّهْrرُ الذِي كَانَتِ الْكُتُبُ الْإِلَهِيَّةُ تَنْزِلُ فِيهِ عَلَى الْأَنْبِيَاءِ.
“Allah Ta’ala memuji bulan Ramadhan dari bulan-bulan lainnya, Dia telah memilihnya diantara semua bulan sebagai bulan yang padanya diturunkan Al Qur’an yang agung. Sebagaimana Allah Ta’ala telah mengkhususkan seperti terdapat dalam Hadits Bahwasannya Bulan Ramadhan juga padanya diturunkan Kitab-kitab Ilahiyyah kepada para Nabi ‘Alaihimus Salam (Shahihu Tafsiri Ibni Katsir 1/210).
Al Imam Ibnu Jarir At Thabari rahimahullah berkata : “Al Qur’an diturunkan dari Lauhil Mahfudz ke langit dunia pada malam lailatul Qadar di Bulan Ramadhan, lalu Allah Ta’ala menurunkannya kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam sesuai dengan yang dikehendaki-Nya”. (Tafsir At Thabari 2/114).
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia paling dermawan, terutama pada bulan Ramadlan ketika malaikat Jibril ‘Alaihissalam mendatanginya, dan Jibril ‘alaihissalam mendatanginya setiap malam bulan Ramadlan dan dia mengajarkan Al Qur’an kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika didatangi Jibril ‘alaihissalam kedermawanannya jauh melebihi daripada angin yang berhembus”. (HR Bukhari : 1902, Muslim : 2308)
[4] Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata :
وَقَدْ غَفِلَ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ عَنْ أَوْلَادِهِمْ، فَتَرَكُوْهُمْ يَهِيْمُوْنَ فِيْ الشَّوَارِعِ، وَيَسْهَرُوْنَ لِلَّعَبِ وَالسَّفَهِ، وَلَا يَحْتَرِمُوْنَ هَذِهِ اللَّيَالِيَّ وَلَا تَكُوْنُ لَهَا مَنْزِلَةٌ فِيْ نُفُوسِهِمْ، وَهَذَا مِنْ سُوْءِ التَّرْبِيَّةِ
“Kebanyakan manusia melalaikan anak-anak mereka. Mereka membiarkannya keluyuran di malam hari untuk menghabiskan malam-malam tersebut dengan permainan atau pernbuatan sia sia. Mereka tidak menghormati kemuliaan malam ini dan tidak mempunyai tempat baginya. Ini merupakan akibat dari pendidikan oranag tua yang buruk”.
Orang tua wajib memperhatikan anak-anaknya karena anak adalah amanah yang akan di mintai pertanggungan jawab.
Agar seorang anak menjadi anak yang shalih dan shalihah yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya, maka anak tersebut harus dibesarkan dan dididik dengan tarbiyah Islamiyyah.
Sehingga dengan demikian diharapkan nantinya anak tersebut akan menjadi generasi muslim yang tangguh, yang berbakti kepada orang tua, dan berguna bagi keluarga, agama, dan negaranya.
Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS At-Tahrim : 6)
Ali bin Abi Thalib berkata tentang firman Allah “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” adalah “Ajarkan dirimu dan keluargamu kebaikan dan didiklah mereka.” (Ad-Dur-ul-Mantsur (8/225))
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata mengenai ayat : “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”: “Didiklah keluargamu”.
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Tiap kalian adalah pemimpin dan bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin dan bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya, seorang laki-laki pemimpin keluarganya dan bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang budak adalah pemimpin bagi harta majikannya dan bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. –Dan saya kira dia berkata- “Seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta ayahnya dan bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. (HR Bukhari dan Muslim)
[5] Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata :
وَإِنَّهُ لِمَنِ الْحِرْمَانِ الْوَاضِحِ وَالْخُسْرَانِ الْمُبِيْنِ أَنْ تَأْتِيَ هَذِهِ اللَّيَالِيُّ وَتَنْتَهِيْ وَكَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فِيْ غَفْلَةٍ مُعْرِضُوْنَ لَا يَهْتَمُّوْنَ لَهَا وَلَا يَسْتَفِيْدُوْنَ مِنْهَا، يَسْهَرُوْنَ اللَّيْلَ كُلَّهُ أَوْ مُعْظَمَهُ فِيْمَا لَا فَائِدَةَ فِيْهِ أَوْ فِيْهِ فَائِدَةٌ مَحْدُوْدَةٌ يُمْكِنُ حُصُوْلُهُمْ عَلَيْهَا فِيْ وَقْتٍ آخَرَ
“Sesungguhnya termasuk penghalang dan suatu kerugian yang nyata adalah apabila malam malam 10 hari terakhir itu datang hingga berakhir sementara kebanyakan manusia dalam keadaan lalai dan berpaling mereka tidak memperdulikannya dan tidak bisa mengambil faedah darinya. Mereka menghabiskan semalam suntuk atau sebaiannya dengan perbuatan perbuatan yang tidak bermanfaat atau mungkin ada manfaat yang sebenarnya bisa mereka peroleh pada waktu waktu lain”.
وَيُعَطِّلُوْنَ هَذِهِ اللَّيَّالِيَ عَمَّا خُصِصَتْ لَهُ، فَإِذَا جَاءَ وَقْتُ الْقِيَامِ نَامُوْا وَفَوَّتُوْا عَلَى أَنْفُسِهِمْ خَيْرًا كَثِيْرًا، لَعَلَّهُمْ لَا يُدْرِكُوْنَهُ فِيْ عَامٍ آخَرَ، وَقَدْ حَمَّلُوْا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيْهِمْ وَأَوْلَادَهُمْ أَوْزَارًا ثَقِيْلَةً لَمْ يُفَكِّرُوْا فِيْ سُوْءِ عَاقِبَتِهَا،
“Mereka menghilangkan kekhususan malam ini. Apabila tiba waktu qiyamulail mereka tidur, sehingga lenyaplah kebikan kebaikan yang banyak pada diri mereka. Bagimana kalau seandainya mereka tidak menjumpai malam malam ini pada tahun yang akan datang sementara ia mennggung dosa diri mereka sendiri, keluarga, dan anak anak mereka? Yakni dosa berat yang tidak mereka perkirakan akibat jelek yang ditimbulkannya”.
Orang yang paling merugi adalah mereka yang dipertemukan dengan bulan Ramadhan namun tidak mendapatkan keberkahannya.
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“ Demi Allah, di bulan itu ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapat kebaikannya, maka sungguh ia tidak mendapatkannya”. (HR An-Nasa’i: 2079, Ahmad: 2/230).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ
“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni.” (HR. Ahmad, shahih)
Qatadah rahimahullah mengatakan :
مَنْ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ فِي رَمَضَانَ فَلَنْ يُغْفَرَ لَهُ فِيْمَا سِوَاهُ
“Siapa saja yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain (di luar Ramadhan), ia pun akan sulit diampuni.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 371)
[6] Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata :
وَقَدْ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ : إِنَّ هَذَا الْقِيَامَ نَافِلَةٌ، وَأَنَا يَكْفِيْنِيْ الْمُحَافَظَةُ عَلَى الْفَرَائِضِ وَقَدْ قَالَتْ أُمُّ الْمُؤْمِنِيْنَ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا لِأَمْثَالِ هَؤُلَاءِ :
“Sebagian orang ada yang berkata, “Sesungguhnya qiyamullail merupakan sunah nafilah dan bagi saya cukup menjaga hal hal yang fardhu” Ummul Mukminin Aisyah pernah berkata kepada orang orang semacam ini”
بَلَغَنِيْ عَنْ قَوْمٍ يَقُوْلُوْنَ : إِنَّ أَدَّيْنَا الْفَرَائِضَ لَمْ نُبَالِ أَنْ نَزْدَادَ، وَلِعُمْرِيْ لَا يَسْأَلُهُمُ اللَّهُ إِلَّا عَمَّا افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ
“Saya telah mendenganr suatu kaum yang mengatakan sesungguhnya kami telah menunaikan kewajiban dan tidak berhasrat untuk menambahnya. Demi hidupku tidaklah mereka ditanya Allah Ta’ala kecuali terhadap apa yang diwajibkan atas mereka.
وَلَكِنَّهُمْ قَوُمٌ يُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَمَا أَنْتُمْ إِلَّا مِنْ نَبِيِّكُمْ وَمَا نَبِيُّكُمْ إِلَّا مِنْكُمْ، وَاللَّهِ مَا تَرَكَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيَامَ اللَّيْلِ.
“Akan tetapi, kaum itu bebuat kesalahan pada malam dan siang hari, tidaklah kalian sekarang kecuali berasal dari Nabi, dan tidaklah nabi kalian kecuali berasal dari kalian demi Allah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan qiyamullail”.
Selayaknya seorang muslim tidak mencukupkan diri dengan ibadah ibadah yang wajib saja tapi hendaknya menyempurnakannya dengan ibadah ibadah sunnah.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ، فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ، قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ.
“Hal pertama yang akan dihisab di hari kiamat dari amal seorang hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka sungguh dia beruntung dan selamat. Jika shalatnya buruk, maka sungguh dia celaka dan rugi. Jika ada kekurangan pada shalat wajibnya, Allah Ta’ala berfirman, “Periksalah, apakah hamba-Ku memiliki ibadah sunnah yang bisa menyempurnakan ibadah wajibnya yang kurang?” Demikianlah yang berlaku pada seluruh amal wajibnya.” (HR. Tirmidzi : 413, An-Nasa’i : 466)
[7] Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata :
وَمِنْ خَصَائِصِ هَذِهِ الْعَشْرِ الْمُبَارَكَةِ أَنَّهَا يُرْجَى فِيْهَا مُصَادَفَةُ لَيْلَةِ الْقَدْرِ الَّتِيْ قَالَ اللَّهُ فِيْهَا : {لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ} [القدر 3]
“Diantara kekhususan 10 hari terakhir adalah bahwa pada malam malam tersebut diharapkan kita bisa berjumpa (bertepatan) dengan lailatul qadar yang telah dijelaskan Allah taala tentangnya dalam firmannya, “Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan”. (QS Al Qadar : 3)
وفي الصحيحين عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، »
“Dishahiahin dari Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda, “Barang siapa yang berdiri pada malam lailatul qadar dengan iman dan pahala dari Allah maka akan diampuni dosa yang telah lalu” (HR Bukhari dan Muslim)
Hikmah bersungguh sungguh beribadah di sepuluh akhir romadhan adalah dalam rangka menggapai lailatul qadar
[8]Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata :
وَلَا يَظْفَرُ الْمُسْلِمُ بِهَذِهِ اللَّيْلَةِ الْعَظِيْمَةِ إِلَّا إِذَا قَامَ لَيَالِيَ الشَّهْرِ كُلَّهَا لِأَنَّهَا لَمْ تُحَدَّدْ فِيْ لَيْلَةٍ مُعَيَّنَةٍ مِنْهَا
“Seorang musim tidak akan memperoleh malam yg mulia ini kecuali jika menyibukan dirinya dengan Qiyamullail sebualan penuh. Karena lailatul qadar ini tidak ditetapkan pada malam tertentu”
وَهَذَا مِنْ حِكْمَةِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ لِأَجْلِ أَنْ يَكْثُرَ اجْتِهَادُ الْعِبَادِ فِيْ تَحْرِّيْهَا وَيَقُوْمُوْا لَيَالِيَ الشَّهْرِ كُلَّهَا لِطَلَبِهَا فَتَحْصُلَ لَهُمْ كَثْرَةُ الْعَمَلِ وَكَثْرَةُ الْأَجْرِ
“Dan ini termasuk hikmah dari Allah Ta’ala agar manusia bersungguh-sungguh dalam mencarinya dan mereka mau menjalankan qiyamulail sebulan penuh agar bisa mendapatkannya sehingga dengan demikian mereka akan banyak mengerjakan amalan shalih dana mendapatkan apahala yang melimpah.”
Seseorang dikatakan mendapatkan lailatul qadar adalah jika pada saat malam tersebut datang ia dalam keadaan sedang fokus beribadah, memperbanyak amal shalih menyibukan dengan beribadah.
[9] Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata :
فَاجْتَهِدُوْا رَحِمَكُمُ اللَّهُ فِيْ هَذِهِ العَشْرِ الَّتِيْ هِيَ خِتَامُ الشَّهْرِ، وَهِيَ لَيَالِيْ الْعِتْقِ مِنَ النَّارِ، رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَنْ شَهْرِ رَمَضَانَ : ((شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ))
Bersungguh sungguhlah kalian beramal semoga Allah merahmati kalian pada 10 hari terakhir ini yang merupakan penutup dari bulan ramdhan ia merupakan malam malam pembebasan dari neraka. Diriwayatkan dari Nabi shalallahu alaihi wasallam tentang bulan Ramdhan, “Ia adalah bulan yang diawalnya rahmat, pertenganhannya ampunan dan di akhirnya pembebasan dari apai neraka”
فَالْمُسْلِمُ الَّذِيْ تَمُرُّ عَلَيْهِ مَوَاسِمُ الرَّحْمَةِ وَالْمَغْفِرَةِ وَالْعِتْقِ مِنَ النَّارِ فِيْ هَذَا الشَّهْرِ وَقَدْ بَذَلَ مَجْهُوْدَهُ وَحَفِظَ وَقْتَهُ وَالْتَمَسَ رِضَا رَبِّهِ،
“Seorang muslim yang dilalui musim musim rahmat, maghfirah, dan pembebasan dari neraka pada bulan ini dan telah mengeluarkan segenap kemampuannya, ia mejaga waktu waktunya dan melakukan apa yang diridhai oleh Rabnya”
إِنَّ هَذَا الْمُسْلِمَ حَرِيٌّ أَنْ يَحُوْزَ كُلَّ خَيْرَاتِ هَذَا الشَّهْرِ وَبَرَكَاتِهِ وَيَفُوْزَ بِنَفَحَاتِهِ، فَيَنَالَ الدَّرَجَاتِ الْعَالِيَةَ بِمَا أَسْلَفَهُ فِيْ الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
“Sesungguhnya seorang Muslim ini diharapkan ia akan memperoleh semua kebaikan bulan ini dengan barokahnya dan berbahagia dengan pahala pahala nya. Ia akan mendapatkan derajat tingi lantaran apa amal yang telah ia kerjakan pada hari-hari yang telah lalu (ketika di dunia)”.
Derajat hadits tentang pembagian bulan Ramadhan adalah 3 bagian, yaitu : bulan yang diawalnya rahmat, pertengahannya ampunan, dan di akhirnya pembebasan dari apai neraka” adalah hadits yang tidak shahih.
Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah 3/192 al Baihaqi didalam Sya’bul Iman 3/306, hadits tersebut dinilai munkar, karena didalam sanadnya ada rowi bernama Yusuf bin Ziyad Abu Abdullah al Bashri, imam Bukari dan Imam Anu hatim mengatakan Munkarul hadits. Imam Daraquthni mengatakan tentang rowi tersebut : Terkenal suka meriwayatkan yang batil batil, juga ada Rowi lain diatasnya bernama Ali bin Zaid bin Jud’an yang dinilai dho’if. (Dho’if at Targhib wat Tarhib no 589)
Oleh karena itu Syaikh Shalih bin Fauzan hafidzahullah pun menyebutkannya dengan lafadz TAMRIDH (Lafadz yang menunjukan tidak pasti) yaitu lafadz DIRIWAYATKAN bukan TELAH MERIWAYATKAN.
Maka yang benar bahwa rahmat, maghfirah dan pembebasan dari api neraka masing-masing dari awal bulan sampai berakhirnya Ramadhan tetap tercurah tidak terbatas pada awal, pertengahan, dan akhirnya saja.
Dari Abu Hurairah dimana Rasulullah bersabda:
وللهِ عتقاءُ من النارِ، وذلك كلَّ ليلةٍ
Allah juga mempunyai hamba-hamba yang dibebaskan dari Neraka. Hal itu pada TIAP MALAM” (Shahih Sunan Tirmidzi: 682, Shahih Ibnu Majah : 1642).
[10] Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata :
نَسْأَلَ اللَّهَ التَّوْفِيْقَ وَالْقَبُوْلَ وَالْعَفْوَ عَنِ التَّقْصِيْرِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَ صَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ.
“Kita memohon kepada Allah hidayah taufiq, serta diterimanya semua amalan, juga ampunan dari semua kekurangan kita dalam beribadah, segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam, semoga sholawat serta salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya serta para Sahabatnya”.
Demikianlah syaikh hafidzahullah menutup risalahnya dengan doa semoga hal ini jadi pemberat amal ibadah beliau dan juga kita sekalian yang telah ikut menyebarkan nasehat beliau yang berharga, semoga pula kita bisa mengambil manfaat. Wallahu a’lam []