Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa ada seorang wanita dari suku Juhainah datang menemui Nabi lalu berkata :
إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ، أَفَأَحُجُّ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً؟ اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالوَفَاءِ»
“Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk menunaikan haji namun dia belum sempat menunaikannya hingga meninggal dunia, apakah boleh aku menghajikannya?”. Beliau menjawab: “Tunaikanlah haji untuknya. Bagaimana pendapatmnu jika ibumu mempunyai hutang, apakah kamu wajib membayarkannya? Bayarlah hutang kepada Allah karena (hutang) kepada Allah lebih patut untuk dibayar”. (HR Al Bukhari : 1852)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi pernah mendengar seseorang berihlal, “Labbaik ‘an Syubrumah (aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah, atas nama Syubrumah.” Nabi bersabda,
«مَنْ شُبْرُمَةُ؟» قَالَ : أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ : «حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟» قَالَ : لَا قَالَ : «حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ»
“Siapa Syubrumah?” Ia menjawab, “Syubrumah adalah saudaraku atau kerabatku.” Nabi bertanya, “Engkau sudah berhaji untuk dirimu sendiri?” Ia menjawab, “Belum.” Nabi bersabda, “Berhajilah untuk dirimu dahulu, barulah berhaji atas nama Syubrumah.” (HR. Abu Daud : 1811)