MENERIMA HADIAH DARI PEGAWAI BANK

SOAL :

Assalamu’alaikum istri saya muallaf, saudara-saudaranya masih nashrani. Satu keluarga kk ipar saya hidup berdampingan dengan kami (ketemu lgsg pintu dapur), beliau kerja di bank konvensional. Kami sangat harmonis walaupun beda keyakinan. Yg jadi masalah adalah kk tsb sering memberikan makanan dan benda lainnya kepada kami. Kami sangat berat hati menerimanya, tapi menolakpun kami tidak bisa karena takutmenyakiti perasaan beliau. Ketakutan sy tersebut mungkin karena beliau nashrani, karena dalam nashrani tdk kenal riba.Pertanyaan sy:

1. Apa hukumnya kami memakan atau menikamati pemberian kk trsb?

2. Seandainya haram, apakah boleh kami membuang pemberian kk (tanpavsepengetahuan kk tentunya)
3. Atau mungkin ust punya solusi lain unrtuk kegalauan kami ini. Jazakumullah atas jawabannya. Kalau bisa sy minta nomer kontak ust karena banyak lagi yg sy ingin tanyakan karena kami hidup berdampingan dengan kakak yg masih nashrani. Dari Muhsin 08526041223

JAWAB :

Barokallahu fik Pak Muhsin semoga istiqamah, tentang masalah menerima hadiyah dari Kakak Ipar yang nota bene seorang nasrani yang juga bekerja di bank karena alasannya adalah uang tersebut hasil dari riba. Saya katakan dalam poin poin berikut :

[1] Kita diperintah oleh Allah untuk bermuamalah (bergaul) yang baik dengan saudara kita walaupun ia orang kafir. Termasuk bolehnya bertetangga dengan mereka. Allah Ta’ala berfirman :

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS Al-Mumtahanah : 8)

[2] Dianjurkan untuk saling member hadiyah dengan tetangga kita walaupun ia orang kafir, sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menerima hadiyah dari orang kafir.

Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shalallahu alaihi salam bersabda :

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً، فَأَكْثِرْ مَاءَهَا، وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ

“Wahai Abu Dzar apabila engkau masak sayur perbanyaklah airnya lalu kirimlah tetanggamu” (HR Muslim : 6855)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ

“Bukanlah seorang muslim (yang sempurna Imannya) orang yang ia kenyang sementara tetangga disampingnya lapar” (HR Baihaqi : 19452, di shahihkan oleh Al-Albani , As-Shahihul Jami’ 5382, As-Shahihah : 149)

[3] Rasulullah shalallahu alaihi wasallam biasa menerima hadiyah dari orang kafir bahkan menerima hadiyah berupa daging sembelihan orang Yahudi. Beliau bermu’amalah dengan mereka padahal orang Yahudi dikenal pemakan Riba. Allah Ta’ala berfirman :

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَاباً أَلِيماً

dan disebabkan mereka (orang-orang Yahudi ) memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS An-Nissa : 161)

[4] Dalam masalah ini syaikh Muhammad Shalih Al-Munajid didalam fatwanya mengatakan :

والقاعدة في هذا : أن ما حَرُمَ لكسبه فهو حرام على الكاسب فقط ، دون من أخذه منه بطريق مباح ، فعلى هذا يجوز قبل الهدية ممن يتعامل بالربا وأيضاً يجوز معه البيع والشراء إلا إذا كان في هجره مصلحة ، يعني في عدم معاملته وعدم قبول هديته مصلحة فنعم

“Dan kaedah dalam masalah ini adalah bahwasanya apa saja yang diharamkan dari cara usaha, maka yang haram itu hanyalah bagi yang melakukan usaha saja, bukan bagi yang mengambilnya dengan cara yang halal, atas dasar ini, boleh menerima hadiyah dari orang yang bertransaksi riba, demikian juga boleh berjual beli dengan nya, kecuali kalau memang untuk tujuan dikucilkan supaya sadar dengan cara tidak bermuamalah dengannya, maka iya” https://islamqa.info/ar/39661 wallahu A’lam.

Abu Ghozie As-Sundawie


Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *