MASALAH SEPUTAR PUASA ‘ASYURA
✒ Abu Ghozie As Sundawie
[1] Puasa ‘Asyura adalah puasa yang dilakukan pada hari kesepuluh bulan Muharram.
[2] Puasa ‘Asyura adalah puasa yang diwajibkan sebelum puasa Ramadhan, yang biasa dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada masa jahiliyah.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma ia berkata ;
صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَاشُورَاءَ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تُرِكَ
Nabi shallallahu alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, ketika datang perintah wajib puasa Ramadhan, beliau meninggalkan puasa ‘Asyura”
‘Aisyah radhiyallahu anha ia berkata ;
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ صِيَامَ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
“Dahulu pada zaman jahiliyyah orang-orang Quraisy biasa berpuasa ‘Asyura, Dan Rasululluh shallallahu alaihi wasallam pun biasa berpuasa ‘Asyura, lalu ketika Beliau hijrah ke Madinah beliaupun tetap berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa, ketika puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ‘Asyura, maka siapa saja yang mau puasa silahkan berpuasa, tapi bagi yang tidak mau maka silahkan tinggalkan”
[3] Dianjurkan berpuasa pada hari Tasu’a (hari ke Sembilan bulan Muharram).
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
Seandainya umurku sampai ditahun depan maka aku akan berpuasa di tanggal 9 Muharram”
[4] Hikmah puasa tasu’a adalah dalam rangka menyelisihi ahlul kitab yang juga mereka berpuasa pada hari ‘Asyura.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata :
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ» قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ketika Rasulullah berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Wahai rasulullah, hari ‘Asyura itu adalah hari yang diagungkan pula oleh orang Yahudi dan Nasrani”, maka beliaupun menjawab, “Seandainya aku berumur panjang sampai tahun depan maka aku akan berpuasa dari tanggal sembilannya” Ibnu ‘Abbas berkata, akan tetapi Rasulullah tidak sampai usiannya di tahun depan sehingga beliau wafat”
[5] Puasa Asyuro’ ada tiga tingkatan:
Imam Ibnu Qoyyim v berkata :
فَمَرَاتِبُ صَوْمِهِ ثَلَاثَةٌ أَكْمَلُهَا: أَنْ يُصَامَ قَبْلَهُ يَوْمٌ وَبَعْدَهُ يَوْمٌ، وَيَلِي ذَلِكَ أَنْ يُصَامَ التَّاسِعُ وَالْعَاشِرُ وَعَلَيْهِ أَكْثَرُ الْأَحَادِيثِ، وَيَلِي ذَلِكَ إِفْرَادُ الْعَاشِرِ وَحْدَهُ بِالصَّوْمِ. وَأَمَّا إِفْرَادُ التَّاسِعِ فَمِنْ نَقْصِ فَهْمِ الْآثَارِ
Tingkatan puasa ‘Asyura ada tiga, yang paling sempurna adalah :
(a) Berpuasa sehari sebelumnya dan sehari setelahnya (tiga hari),
(b) lalu berpuasa tanggal Sembilan dan sepuluhnya saja (dua hari) cara inilah yang paling banyak ditunjukan oleh hadits, (c) Kemudian urutan ketiga berpuasa hanya tanggal sepuluh saja,
Adapun berpuasa hanya tanggal Sembilan saja maka hal ini menunjukan kekurangan pemahaman kepada hadits (dalil)”
Pertama:
Berpuasa 3 hari (tanggal 10, 11 dan 12 Muharam) Inilah yang paling sempurna.
Berkaitan dengan puasa tanggal 11 nya sebagian para Ulama yang melemahkan hadits Ibnu Abbas :
«صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا»
“Berpuasalah pada hari ‘Asyura, dan selisilah orang-orang Yahudi, maka berpuasalah sehari sebelumnya (tanggal 9) dan sehari setelahnya (tgl 11).
Syaikh Al Albani rahimahullah berkomentar :
إِسْنَادُهُ ضَعِيْفٌ لِسُوْءِ حِفْظِ ابْنِ أَبِيْ لَيْلَى وَخَالِفُهُ عَطَاءٌ وَغَيْرُهُ فَرَوَاهُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَوْقُوْفًا وَسَنَدُهُ صَحِيْحٌ عِنْدَ الطَّحَاوِيِّ وَالْبَيْهَقِيِّ
Hadits tersebut sanadnya lemah, karena buruknya hafalan Ibnu Abi Laila, sementara ‘Atho dan yang lainnya menyelisihi Riwayat tersebut. Maka Riwayat yang mauquf kepada Ibnu Abbas itulah yang shahih sanadnya yang diriwayatkan oleh Thahawi dan Baihaqi.
Ini adalah Hadits yang lemah yang tidak di jadikan hujjah untuk berpuasa pada tanggal 11 nya, adapaun hadits yang shahih adalah hadits ibnu ‘Abbas yang menyatakan puasa dari tanggal 9 dan 10 sebagai bentuk menyelisishi orang Yahudi dan Nasrani.
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan -hafidzahullah- berkata :
وَقَدْ صَحَّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَوْقُوْفاً: صُوْمُوْا التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ خَالِفُوْا الْيَهُوْدَ، وَهَذَا هُوَ الْمَحْفُوْظُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَمَّا مَا وَرَدَ عَنْهُ مَرْفُوْعاً بِلَفْظِ: (صُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً) فَهَذَا حَدِيْثٌ ضَعِيْفٌ
Telah shahih secara mauquf (perkataan sahabat) dari Ibnu ‘Abbas “Berpuasalah kalian pada hari ke Sembilan dan kesepuluh, selisihilah yahudi, maka inilah hadits yang terpelihara (shahih) dari ibnu Abbas, adapun hadits yang disandarkan kepada Nabi dengan lafadz : berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya adalah hadits yang lemah…
وَعَلَى هَذَا فَلَمْ يَثْبُتْ صَوْمُ الْحَادِيْ عَشَرَ، وَلَا صِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ، إِلَّا إِنْ كَانَ مِنْ بَابِ فَضْلِ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، لاَ سِيَمَا أَنَّهَا فِيْ شَهْرٍ حَرَامٍ، وَرَدَ الْحَثُّ عَلَى صِيَامِهِ.
atas dasar ini maka tidak ada puasa (‘Asyura) di hari kesebelasnya, tidak melakukan puasa tiga hari, kecuali kalau dalam rangka puasa sunah tiga hari dalam tiap bulan, lebih-lebih lagi ini adalah bulan haram, dimana dianjurkan untuk berpuasa” . Kendati demikian, pengamalannya tetap dibenarkan oleh para ulama dengan alasan sebagai berikut:
[a] Sebagai kehati-hatian karena bulan Dzulhij-jah bisa 29 atau 30 hari. Apabila tidak diketahui penetapan awal bulan dengan tepat maka berpuasa pada tanggal 11-nya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapati puasa Tasu’a (tanggal 9) dan puasa Asyuro’ (tanggal 10)
[b] Yang melakukannya akan mendapat pahala puasa tiga hari dalam sebulan, sehingga baginya pahala puasa sebulan penuh.
[c] Dia berpuasa tiga hari pada bulan Muharrom yang dikatakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Puasa yang paling afdhol setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Syahrulloh (bulan Alloh), Muharrom.”
[d] Tercapainya tujuan menyelisihi orang Yahudi, tidak hanya puasa pada hari Asyuro’ melainkan juga menyertakan hari lainnya.
Kedua:
Berpuasa pada 9 dan 10. Inilah yang paling banyak ditunjukkan dalam hadits.
Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata,
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ» قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
‘‘Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan beliau menganjurkan para Sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Kalau begitu, pada tahun yang akan datang kita akan berpuasa pada hari yang kesembilan (tasu’a) insya Allah.’ Ibnu ‘Abbas berkata, ‘Akan tetapi belum sampai tahun depan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah meninggal dunia.
Ketiga:
Berpuasa pada tanggal 10 saja. Sedangkan berpuasa hanya pada 9 Muharrom tidak ada asalnya, keliru dan kurang teliti dalam memahami hadits-hadits yang ada.
Al-Hafidz Ibnu hajar berkata :
”Puasa Asyura mempunyai 3 tingkatan, yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9, dan tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9 dan 11. Wallahu a’lam.”
[6] Apabila Puasa ‘Asyura yang jatuh pada hari jum’at atau hari Sabtu, maka tetap dibolehkan berpuasa walaupun ada larangan berpuasa dikedua hari tersebut, sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
لا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah khususkan malam Jum’at dengan shalat malam tertentu yang tidak dilakukan pada malam-malam lainnya. Janganlah pula khususkan hari Jum’at dengan puasa tertentu yang tidak dilakukan pada hari-hari lainnya kecuali jika ada puasa yang dilakukan karena sebab ketika itu.”
Dari Abdullah bin Busr dari Saudarinya, yang bernama as-Shamma’, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
لا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلا فِيمَا افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلا لِحَاءَ عِنَبَةٍ ، أَوْ عُودَ شَجَرَةٍ فَلْيَمْضُغْهُ
Janganlah kalian berpuasa hari sabtu, kecuali untuk puasa yang Allah wajibkan. Jika kalian tidak memilliki makanan apapun selain kulit anggur atau batang kayu, hendaknya dia mengunyahnya.
Akan tetapi larangan tersebut apabila seseorang berpuasa mengkhususkan kedua hari tersebut dibandingkan hari-
hari lainnya. namun kalau hanya kebetulan saja berbarengan dengan puasa sunnah kita yang lain yang di syari’atkan maka tidaklah mengapa.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata ;
“Adapun orang yang tidak bersengaja berpuasa karena hari Jum’at atau Sabtu seperti orang yang puasa sehari sebelum dan sesudahnya, atau memiliki kebiasaan berpuasa sehari dan berbuka sehari boleh berpuasa Jum’at walaupun sebelum dan sesudahnya tidak puasa. Atau, bila dia ingin puasa Arofah atau Asyuro’ yang jatuh pada Jum’at maka tidaklah dilarang karena larangan itu hanya bagi orang yang sengaja ingin mengkhususkan (hari Jum’at dan Sabtu).”
Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata :
أَنْ يُصَادِفَ عادةً، كعادةِ مَنْ يَصُوْمُ يَوْماً وَيُفْطِرُ يَوْماً، فَيُصَادِفُ يَوْمَ صَوْمِهِ يَوْمَ السَّبْتِ، فَلَا بَأْسَ بِهِ، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا نَهَى عَنْ تَقَدَّمِ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ : إِلَّا رَجُلاً كَانَ يَصُوْمُ صَوْماً فَلْيَصُمْهُ، وَهَذا مِثْلُهُ.
Puasa hari sabtu karena bertepatan dengan puasa rutinitasnya. Seperti kebiasaan puasa sehari dan buka sehari (puasa Dawud) lalu bertepatan puasanya itu dengan hari sabtu maka tidak mengapa, sebagaimana sabda nabi manakala beliau melarang puasa sehari atau dua hari menjelang Ramadhan, “Kecuali puasa yang biasa dia lakukan dari puasa sunnah maka tidak mengapa, pada kasus ini sama dengannya.
Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah berkata,
الْحَدِيْثُ الْمَذْكُوْرُ مَعْرُوْفٌ وَمَوْجُوْدٌ فِيْ بُلُوْغِ الْمَرَامِ فِيْ كِتَابِ الصِّيَامِ وَهُوَ حَدِيْثٌ ضَعِيْفٌ شَاذٌّ وَمُخَالِفٌ لِلْأَحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ، وَمِنْهَا قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَصُومُوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ، إِلَّا أَنْ تَصُومُوا قَبْلَهُ، أَوْ بَعْدَهُ»
“Hadits yang tersebut dikenal dan terdapat dalam kitab Bulughul Maram dikitab Puasa yang merupakan hadits lemah, ganjil, serta menyelisihi hadits shahih, diantaranya sabda Nabi shallallahu alaihi wasalla janganlah kalian berpuasa pada hari jumat kecuali jika berpuasa juga sehari sebelumnya atau setelahnya”
وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ الْيَوْمَ الَّذِيْ بَعْدَهُ هُوَ يَوْمُ السَّبْتِ وَالْحَدِيْثُ الْمَذْكُوْرُ فِيْ الصَّحِيْحَيْنِ، وَكَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ يَوْمَ السَّبْتِ وَيَوْمَ الْأَحَدِ وَيَقُوْلُ : «إِنَّهُمَا عِيدَانِ لِلْمُشْرِكِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ أُخَالِفَهُمُ»
Dan sebagaimana diketahui bahwa hari setelah jumat adalah sabtu dan hadits tersebut terdapat didalam kitab shahihain, bahwa beliau berpuasa pada hari sabtu dan ahad lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya keduanya adalah hari besar milik orang musyrik maka aku suka untuk menyelisihi mereka.
وَالْأَحَادِيْثُ فِيْ هَذَا الْمَعْنَى كَثِيْرَةٌ كُلُّهَا تَدُلُّ عَلَى جَوَازِ صَوْمِ يَوْمَ السَّبْتِ تَطَوُّعاً.
Dan hadits-hadits semakna dengan ini sangatlah banyak yang semuanya menunjukan bolehnya berpuasa sunnah pada hari sabtu”
[7] Siapa saja yang memiliki utang puasa maka tidak mengapa berpuasa sunnah ‘Asyura, karena berpuasa sunnah di bolehkan bagi yang punya utang puasa menurut pendapat yang kuat.
_____
Semoga bermanfaat.
Baca juga
AMALAN BULAN MUHARRAM – Abu Ghozie As-Sundawie https://abughozie.com/2022/08/04/amalan-bulan-muharram/