KELUAR ANGIN DARI KEMALUAN

 Abu Ghozie As Sundawie
_____________

SOAL :

Bismillah. Afwan ustadz kalau misalkan sedang solat terus keluar udara dari kemaluan seperti maaf (kentut) apakah itu membatalkan solatnya. Syukron Dari Dian di Bekasi

JAWAB :

Barokallahu fiki, dalam masalah ini, Para ulama fikih berbeda pendapat terkait batalnya wudhu karena keluar angin dari qubul (kemaluan) wanita menjadi dua pendapat:

 Pendapat pertama:

Membatalkan wudhu, inilah mazhabnya Syafiiyah dan Hanabilah. 

Imam An Nawawi rahimahullah berkata :

” الخارج من قبل الرجل أو المرأة أو دبرهما ينقض الوضوء ، سواء كان غائطا أو بولا أو ريحا أو دودا أو قيحا أو دما أو حصاة أو غير ذلك ، ولا فرق في ذلك بين النادر والمعتاد ، ولا فرق في خروج الريح بين قبل المرأة والرجل ودبرهما ، نص عليه الشافعي رحمه الله في الأم ، واتفق عليه الأصحاب

“Yang keluar dari qubul (kemaluan) lelaki atau perempuan atau dari duburnya itu membatalkan wudhu. Baik berupa kotoran (berak), air seni, angin, cacing, nanah, darah, batu atau semisal itu. Tidak ada perbedaan hal itu baik yang jarang maupun yang biasa (keluar). Dan tidak ada perbedaan keluarnya angin antara kemaluan wanita dan lelaki dan dari duburnya.

Hal itu ditegaskan Syafi’I rahimahuhllah di kitab ‘Al-Umm. Dan rekan-rekan (semazhab) pada bersepakat.” 
(Al-Majmu’, (2/3). Silahkan dilihat ‘Tuhfatul Muhtaj, Ibnu Hajar Al-Haitami, (1/127).

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :

” نقل صالح عن أبيه في المرأة يخرج من فرجها الريح : ما خرج من السبيلين ففيه الوضوء . وقال القاضي : خروج الريح من الذكر وقبل المرأة ينقض الوضوء “

“Sholeh menukil dari ayahnya (Imam Ahmad bin Hanbal) tentang wanita yang keluar angin dari kemaluannya, apa yang keluar dari dua jalan keluar (qubul dan dubur) harus berwudhu. Qodi mengatakan, Keluarnya angin dari kemaluan lelaki maupun wanita membatalkan wudhu.”
(dari ‘Al-Mugni, (1/125) silahkan melihat ‘Al-Inshof’ karangan Mardawaih, (1/195).

Pendapat kedua :

Tidak batal wudhunya, inilah madzhabnya Malikiyyah dan Hanafiyyah. 

Dalam kitab ‘Raddul Mukhtar ‘Ala Duril Mukhtar, (1/136) disebutkan :

 لا – ينقض – خروجُ ريح مِن قُبُل وَذَكر ؛ لأنه اختلاج ؛ أي ليس بريح حقيقة ، ولو كان ريحا فليست بمنبعثة عن محل النجاسة فلا تنقض “

“Tidak –membatalkan (wudu)- keluarnya angin dari kemaluan baik wanita maupun lelaki. Karena ia adalah      maksudnya bukan angin sesungguhnya. Kalau ia angin tidak akan keluar dari tempat najis, maka tidak membatalkan wudhu.”  (Badai’ Sonai’, karangan Kasani, (1/25)).

Al ‘Allamah Ad  Dardir Al-Maliki rahimahullah mengatakan,

” إذا خرج الخارج المعتاد من غير المخرجين ، كما إذا خرج من الفم ، أو خرج بول من دبر ، أو ريح من قبل ، ولو قبل امرأة ، أو من ثقبة ، فإنه لا ينقض”

“Kalau ada yang biasa keluar lewat selain tempat keluar, seperti keluar dari mulut, atau keluar air seni dari dubur, atau angin dari kemaluan atau kemaluan wanita atau dari lubang, maka ia tidak membatalkan (wudhu).” 
(Syarkh Kabir Ma’a Hasyiyah Dasuqi, (1/118))

Pendapat yang lebih hati-hati insya Allah adalah pendapat pertama, yaitu batal wudhunya dan pendapat ini juga di kuatkan oleh keumuman hadits :

 لَا وُضُوءَ إِلَّا مِنْ صَوْتٍ أَوْ رِيحٍ 

“Tidak ada wudhu kecuali dari suara atau angin.”
(HR. Tirmidzi, (74) dan dishohehkan oleh Al Albani : ‘Shoheh Al-Jami’ dengan no, (7572).

Imam Tirmizi rahimahullah berkata :

” وَهُوَ قَوْلُ الْعُلَمَاءِ أَنْ لَا يَجِبَ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ إِلَّا مِنْ حَدَثٍ يَسْمَعُ صَوْتًا أَوْ يَجِدُ رِيحًا ، وقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ : إِذَا شَكَّ فِي الْحَدَثِ فَإِنَّهُ لَا يَجِبُ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ حَتَّى يَسْتَيْقِنَ اسْتِيقَانًا يَقْدِرُ أَنْ يَحْلِفَ عَلَيْهِ ، وَقَالَ : إِذَا خَرَجَ مِنْ قُبُلِ الْمَرْأَةِ الرِّيحُ وَجَبَ عَلَيْهَا الْوُضُوءُ ، وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ وَإِسْحَقَ

“Ia adalah pendapat para ulama, tidak wajib berwudhu kecuali dari hadats yang terdengar suara dan mendapatkan (bau) angin.  Abdullah bin Mubarok mengatakan, “Kalau ragu dalam hadats, maka ia tidak diwajibkan berwudhu sampai merasa yakin betul mampu untuk bersumpah atasnya. Dan mengatakan, “Kalau angin keluar dari kemaluan wanita, maka wajib berwudhu. Ini pendapat Syafi’I dan Ishaq,”

Demikian, semoga bisa di pahami
_______________

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *