HUKUM SHALAT MENGHADAP SUTRAH TERBUAT DARI KAYU


Oleh Abu Ghozie As Sundawie
____________

SOAL :

Apa hukumnya shalat memakai sutrah, lalu apakah boleh shalat menghadap kepada sutrah yang terbuat dari kayu atau yang lainnya di masjid, dan apa hukum membuat sutrah dari kayu lalu disimpan di masjid-masjid demi memudahkan orang untuk shalat menghadap sutrah.

JAWAB :

Barokallahu fikum, dari pertanyaan diatas ada tiga poin yang ditanyakan, yaitu hukum shalat menghadap sutrah, hukum shalat menghadap sutrah yang terbuat kayu, dan hukum membuat sutrah dari kayu atau yang lainnya di masjid.

1⃣ Hukum shalat menghadap sutrah.

Sutrah dalam shalat di syariatkan dan para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya ada yang mengatakan sunnah dan inilah pendapatnya mayoritas para ulama , diantara yang berpendapat kepada sunnahnya sutrah dalam shalat adalah mayoritas para ulama dan masyaikh Saudi Arabia seperti :
Syaikh Bin Baaz
Syaikh Ibnu Utsaimin
Syaikh Shalih al Fauzan, dll.

Dalil mereka adalah bahwa Rasulullah shalallahu alahi wasallam memerintahkan shalat menghadap sutrah dan beliau sendiri mempraktekannya, akan tetapi dalam riwayat-riwayat, beliaupun melakukan shalat tidak menghadap sutrah, ini artinya shalat menghadap sutrah itu tidak wajib.

Seperti dalam riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي فَضَاءٍ لَيْسَ بَيْنَ يَدَيْهِ شَيْءٌ

“Bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam beliau shalat ditempat terbuka, sementara dihadapan beliau tidak ada sesuatu”
(HR Ahmad, Abu Dawud, dan Baihaqi, akan tetapi hadits ini lemah, dalam sanadnya ada rowi al Hajaj bin Arthoh, seorang rowi lemah dan mudallis (suka menyamarkan hadits) sebagaimana dikatakan oleh syaikh Al Albani rahimahullah)

Sebagian ulama mewajibkan shalat menghadap sutrah, diantaranya Imam Syaukani dan Syaikh al Albani rahimahumallah dengan dalil adalah perintah dan paraktek Nabi shalallahu alaihi wasallam dalam shalat menghadap sutrah, sementara dalam kaedah disebutkan bahwa hukum asal perintah adalah wajib, kecuali ada pemalingnya, dan dalam hal ini tidak ada dalil yang memalingkannya dari wajib menjadi sunnah.

قَوْلُهُ : فَلْيُصَلِّ إلَى سُتْرَةٍ  فِيهِ أَنَّ اتِّخَاذَ السُّتْرَةِ وَاجِبٌ

“Sabda Nabi shalallahu alahi wasallam :
‘Maka shalatlah engkau menghadap Sutrah’. 
Hal ini menunjukan bahwa shalat memakai sutrah itu wajib”
(Nailul Authar, As Syaukani)

Adapun dalil yang memalingkan dari wajib kepada sunnah adalah lemah sehingga tetap pada hukum asalnya.

Syaikh al Albani rahimahullah berkata :

وإن مما يؤكد وجوبها أنها سبب شرعي لعدم بطلان الصلاة بمرور المرأة البالغة والحمار والكلب الأسود ، كما صح ذلك في الحديث

“Dan diantara yang menguatkan wajibnya sutrah adalah bahwa sebab disyariatkannya (shalat memakai sutrah) adalah agar shalat tidak batal dengan dilewatinya wanita baligh, keledai dan anjing hitam sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih”
(Tamamul Minnah : 300).

⏩ Kesimpulannya :

Hukum sutrah dalam shalat ada khilaf antara yang mengatakan wajib dan sunnah, dan diantara pendapat yang kuat wallahu a’lam adalah yang mengatakan wajib sebagaimana pendalilan syaikh al Albani rahimahullah.

2⃣ Hukum sutrah terbuat dari kayu.

Sutrah hanyalah sarana, yang tujuannya adalah adalah sebagai penghalang antara yang shalat dengan orang yang lewat dihadapannya, maka selama tujuan ini tercapai sah-sah saja dengan menjadikan kayu sebagai sutrah. Sebagaimana Rasulullah shalallahu alahi wasallam shalat menghadap kepada tongkat yang ditancapkan dihadapannya sebagai sutrah.

⏩ Kesimpulannya :

Boleh menjadikan sesuatu yang tinggi seperti kayu, atau badan manusia, atau kendaraan , kursi , tembok atau tiang masjid, sebagi sutrah yang semua ini ada riwayat riwayatnya baik dari Nabi shalallahu alaihi wasallam atau para sahabatnya. Yang penting sesuatu yang tinggi minimal satu hasta atau sebagian ulama mengatakan satu jengkal. Adapun kalau hanya sebatas garis saja dijadikan sebagai sutrah maka dalam hal ini ada riwayatnya tapi lemah.

3⃣ Hukum membuat kayu untuk sutrah.

Dalam masalah ini ada khilaf dikalangan para ulama, mayoritas para ulama yang mengatakan bahwa sutrah itu sunnah dan tidak wajib seperti para masyaikh dan Ulama Saudi Arabia, diantaranya syaikh Bin Baaz, syaikh Ibnu Utsaimin, syaikh Shalih al Fauzan dll, berpendapat bahwa sengaja membuat sutrah dari kayu dan seamacamnya adalah perkara yang tidak dikenal oleh salaf, dan termasuk bentuk takalluf (memaksakan atau memberatkan diri) bahkan Syaikh Ubaid al Jabiri hafidzahullah ketika ditanya dalam masalah ini beliau mengatakan  :

بل هِيَ بدعة، ما كان الصحابة يصنعون هذا في عهد رسول الله  صلَّى الله عليه وسلَّم ، وما عُرِفت في العقود السلفية المُفَضَّلة، القرون المُفَضَّلة أبدًا، هذه أُحدثت، فالسُّترة الذي تَرَجَّح لدينا أنَّها سُنَّة وليست واجبة، والمُصَلِّي لهُ مَوْضِع سجوده، فَهِي بدعةٌ وتكلُّف

Bahkan ia itu bid’ah, para sahabat di zaman Nabi shalallahu alahi wasallam tidak melakukan ini (membuat kayu sutrah) dan tidak dikenal dalam kebiasaan para salaf digenerasi yang mulia selamanya, ini adalah perkara yang di ada-adakan, lagipula masalah hukum sutrah menurut pendapat yang kita rojihkan adalah hukumnya sunnah, tidak wajib, maka yang shalat baginya batasan tempat sujudnya, (adapun membuatkan kayu baginya) adalah bid’ah dan bentuk takalluf (memaksakan diri)” http://www.albaidha.net/…/49394-

Dalam Fatwa Lajnah ad Daaimah disebutkan :

الصلاة إلى سترة سنة في الحضر والسفر قي الفريضة والنافلة وفي المسجد وغيره لعموم حديث إذا صلى أحدكم فليصل إلى سترة وليدن منها رواه أبو داود بسند جيد ولما روى البخاري ومسلم من حديث أبي حنيفة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم ركزت له العنزة فتقدم وصلى الظهر ركعتين يمر بين يديه الحمار والكلب لا يمنع وروى مسلم من حديث طلحة بن عبيد الله قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا وضع أحدكم بين يديه مثل مؤخرة الرحل فليصل ولا يبال من مر وراء ذلك . ويسن له دنوه من ستر له لما في الحديث وقد كان الصحابة رضي الله عنهم يبتدرون سواري المسجد ليصلوا إليها النافلة . وذلك في الحضر في المسجد لكن لم يعرف عنهم أنهم كانوا ينصبون أمامهم ألواحا من الخشب ليكون سترة في الصلاة بالمسجد بل كانوا يصلون إلى جدار- المسجد وسواريه فينبغي عدم التكلف في ذلك فالشريعة سمحة ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه ولأن الأمر بالسترة للاستحباب لا للوجوب لما ثبت من أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى بالناس بمنى إلى غير جدار ولم يذكر في الحديث اتخاذه سترة ولما روى الإمام أحمد وأبو داود والنسائي من حديث ابن عباس رضي الله عنهما قال: صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم في فضاء وليس بين يديه شيء .

Shalat menghadap sutrah adalah sunnah (tidak wajib) baik disaat mukim ataupun safar, baik dalam shalat fardhu ataupun shalat sunnah, baik di masjid ataupun di tempat lainnya karena keumuman hadits “ Apabila salah seorang diantara kalian shalat maka menghadap sutrah dan mendekatlah kepadanya.(HR Abu Dawud dengan sanad yang bagus), demikian juga yang diriwayatkan oleh Bukahri dan Muslim dari Hadits Abu Hanifah radhiyallahu anhu bahwasanya telah ditancapkan untuk Nabi shalallahu alaihi wasallam tongkat kecil, lalu beliau maju dan shalat dzuhur dua rakaat lalu lewat di hadapan beliau keledai dan anjing , beliau tidak mencegahnya. Dan diriwayatkan oleh Muslim dari Hadits Tholhah bin Ubaidullah berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila salah seorang sudah meletakan dihadapannya sesutu seukuran pelana sandarannya kendaraannya maka hendaklah shalat dan tidak peelu memperdulikan yang lewat dihadapannya.

Dan disunnahkan untuk mendekat dari sutrahnya sebagaimana dalam hadits dimana para shabat radhiyallahu anhum bersegera menuju ketiang-tiang masjid untuk shalat sunnah menghadap kepadanya dan yang demikian itu ketika mukim di masjid, Akan tetapi tidaklah dikenal dari mereka bahwa mereka meletakan kayu dihadapan mereka sebagai sutrah shalat di masjid akan tetapi mereka shalat menghadap tembok, atau tiang masjid maka hendaklah untuk tidak takalluf (memberatkan diri) atas yang demikian, karena agama ini mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit diri dalam agama kecuali akan terkalahkan.

Demikian pula urusan sutrah ini sunnah tidak wajib, sebagaimana dalam hadits dari nabi shalallahu alaihi wasallam bahwasanya belaiu shalat mengimami manusia di Mina tidak menghadap tembok’, dan dalam hadits itu tidak disebutkan memakai sutrah, dan juga sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa beliau shalat tidak ada sesuatupun dihadapannya”
(Fatwa Lajnah ad Daaimah 18/94 no 3599)

Sebagian ulama berpendapat bahwa membuat sutrah dari kayu bukanlah bentuk takalluf dan bukan pula sesuatu yang bid’ah, karena sutrah hanyalah sarana, sementara sebagaimana diketahui bahwa shalat menghadap sutrah adalah perkara yang disyari’atkan.

Dalam kaedah disebutkan :

الْوَسَائِلُ لَهَا حُكْمُ الْمَقَاصِدِ

“Sarana itu tergantung hukum tujuannya”

Artinya kalau shalat pakai sutrah itu wajib maka membuat sutrah itu wajib, dan kalau hukumnya sunnah, maka membuat sutrah itu juga sunnah, demikianlah seterusnya.

Diantara dalil bolehnya membuat kayu untuk dijadikan sutrah dalam shalat adalah sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam shalat menghadap tongkat yang ditancapkan dan hal ini berlaku baik di masjid atau diluar masjid , baik didalam safar ataupun saat mukim, walaupun konteknya hadits, bahwa beliau shalallahu alaihi wasallam melakukan itu dalam safar, akan tetapi tidaklah menunjukan kekhususan.

⏩ Kesimpulannya :

Seorang muslim silahkan shalat menghadap sutrah dari apa yang mudah untuk di jadikan sutrah, baik itu tembok, tiang, orang duduk, kursi,  atau benda-benda apapun yang ada di masjid dengan tanpa susah payah membuat sutrah dari kayu apalagi dari bahan-bahan yang lain yang sulit dan mahal, cukuplah menggunakan fasilitas yang ada di Masjid, akan tetapi tidaklah sampai derajat membid’ahkan, atau dikatakan berlebihan, atau memaksakan dan memberatkan diri bagi yang punya kelapangan untuk membuat sutrah dan menyimpannya di masjid demi memudahkan orang shalat ketika dibutuhkan sutrah, misalnya saat kesulitan mencari sarana-sarana sutrah seperti tembok, tiang atau orang duduk dan lain sebagainya, tapi jika tidak dibutuhkan maka sebaiknya untuk tidak membuat sutrah baik dari kayu ataupun yang semisalnya.

Semoga bermanfaat.
___________

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *