Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
Yang dimaksud dengan mengingat Al Quran adalah senantiasa membacanya dan mengingatnya, dan yang dimaksud dengan mengulang-ulang adalah memperbarui ikatan dengan Al Quran dengan cara senantiasa bersamanya dan membacanya
فَالْمُشْتَغِلُ بِحِفْظِ كِتَابِ اللهِ الْعَزِيْزِ وَالْحَافِظُ لَهُ إِنْ لَمْ يَتَعَاهَدْهُ بِالْمُدَارَسَةِ وَالْاِسْتِذْكَارِ فَإِنَّ حِفْظَهُ سَيَتَعَرَّضُ لِلنِّسْيَانِ فَالْقُرْآنُ سَرِيْعُ التَّفَلُّتِ مِنَ الصُّدُوْرِ
Maka orang yang menyibukan dirinya dengan menghafal Al Quran dan orang yang telah hafal Al Qur’an jika tidak senantiasa bersamanya dengan cara mempelajarinya, dan mengingatnya, maka hafalannya akan mudah lupa, karena Al Quran sangat mudah lepas atau hilang dari dada seseorang .
وَلِذَا وَجَبَ الْعِنَايَةُ بِهِ وَكَثْرَةُ مُدَارَسَتِهِ وَتِلَاوَتِهِ وَقَدْ ضَرَبَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلاً يُبَيِّنُ لَنَا حَالَ صَاحِبِ الْقُرْآنِ الْمُعْتَنِي بِهِ وَالْمُفَرِّطُ فِيْهٍ .
Oleh karena itu wajiblah bagi seseorang untuk memperhatikannya, dan memperbanyak mempelajarinya, dan menilawahnya. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kepada kita perumpamaan untuk menjelaskan kondisi pengemban Al Qur’an yang memperhatikan dan yang melalaikannya.
روى ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ القُرْآنِ، كَمَثَلِ صَاحِبِ الإِبِلِ المُعَقَّلَةِ، إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا، وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ» ()
Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, sesungguhnya perumpamaan pengemban Al Qur’an seperti unta yang diikat. Jika dia memeliharanya dia akan selalu bersamanya, jika dia melepaskannya dia akan pergi”
وَمَنْ حَدِيْثِ أَبِيْ مُوْسَى، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «تَعَاهَدُوا القُرْآنَ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَصِّيًا مِنَ الإِبِلِ فِي عُقُلِهَا» ().
Dan dari hadits Abu Musa bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, mengenallah kalian lebih dalam dengan Al Quran, demi yang jiwaku berada ditangan-Nya dia lebih cepat lepas dari dada seseorang daripada unta yang diikat
قَالَ الْحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ مُبَيِّناً الْمِثْلَ الَّذِيْ ضَرَبَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : شَبَّهَ دَرْسَ الْقُرْآنِ وَاسْتِمْرَارَ تِلَاوَتِهِ بِرَبْطِ الْبَعِيرِ الَّذِي يُخْشَى مِنْهُ الشِّرَادُ
Ibnu hajar berkata, dalam menjelaskan hadits Rasulullah shallallahu ‘anhu wasallam mengenai perumpamaan diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyerupakan mempelajari dan senantiasa membaca Al Qur’an dengan ikatan seekor unta yang khawatir akan lepas.
فَمَا زَالَ التَّعَاهُدُ مَوْجُودًا فَالْحِفْظُ مَوْجُودٌ كَمَا أَنَّ الْبَعِيرَ مَا دَامَ مَشْدُودًا بِالْعِقَالِ فَهُوَ مَحْفُوظٌ وَخَصَّ الْإِبِلَ بِالذِّكْرِ لِأَنَّهَا أَشَدُّ الْحَيَوَانِ الْإِنْسِيِّ نُفُورًا وَفِي تَحْصِيلِهَا بَعْدَ اسْتِمْكَانِ نُفُورِهَا صُعُوبَةٌ () .
Jika ikatan kita bersama Al Quran terpelihara maka hafalan kitapun tetap ada, seperti seekor unta selama ia diikat dengan tambang maka ia akan terjaga. Disebut unta secara khusus karena unta itu binatang jinak yang amat mudah lari dan sangat sulit menangkapnya kembali bila ia telah melarikan diri”