ADAB MEMBACA AL QUR’AN – ANJURAN MEMBACA AL QUR’AN DENGAN PERLAHAN DAN MAKRUH MEMBACA AL QUR’AN DENGAN CEPAT YANG KELEWAT BATAS

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

-اسْتِحْبَابُ تَرْتِيْلِ الْقُرْآنِ وَكَرَاهِيَّةُ السُّرْعَةِ الْمُفَرِّطَةِ فِيْ التِّلَاوَةِ.
أَمَرَ الْمَوْلَى عَزَّوَجَلَّ بِتَرْتِيْلِ كِتَابِهِ فَقَالَ عَزَّ مِنْ قَائِلٍ {وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا} [الْمُزَّمِّلِ : 4] وَالتَّرْتِيل فِي الْقِرَاءَةِ: التَّرَسُّل فِيهَا وَالتَّبْيِينُ مِنْ غَيْرِ بَغْيٍ

Allah Azza wa Jalla memerintahkan untuk membaca Kitab-Nya dengan tartil. Dia berfirman, “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (QS Al Muzammil : 4) Dan tartil dalam bacaan maknanya adalah perlahan ketika membaca dan jelas tanpa kelewat batas.

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فِيْ قَوْلِهِ : {وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا} : بَيِّنْهُ تَبْيِينًا

Ibnu Abbas ketika menafsirkan firman Allah “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” dia berkata, “Jelaskanlah ketika membacanya dengan baik.”

وَقَالَ أَبو إِسْحَاقَ : وَالتَّبْيِينُ لَا يَتِمُّ بأَن يَعْجَل فِي الْقِرَاءَةِ، وإِنما يَتِمُّ التَّبْيِينُ بأَن يُبَيِّن جَمِيعَ الْحُرُوفِ ويُوفِّيها حَقَّهَا مِنَ الإِشباع ([ . لسان العرب . لابن منظور (11/265) ط. دار صادر .]) والفائدةُ الْمَرْجُوَّةُ مِنَ التَّرْتِيْلِ أَنَّهُ أَدْعَى لِفَهْمِ مَعَانِيْ الْقُرْآنِ.

Abu Ishaq berkata, “Dan membaca jelas (bertajwid) tidak dapat dilakukan dengan membaca cepat. Dan membaca jelas itu hanya dapat dilakukan dengan membaca jelas semua huruf dan melafazkan sesuai makhrajnya.” Manfaat yang diharapkan dari membaca tartil adalah karena dengan cara itu setiap makna Al-Qur’ an lebih mudah difahami.

وَقَدْ كَرِهَ كَثِيْرٌ مِنَ السَّلَفِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَمَنْ بَعْدَهُمْ الْعَجَلَةَ الْمُفَرِّطَةَ فِيْ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ، وَعِلَّةُ ذَلِكَ أَنَّ رَغْبَةَ الْقَارِىءِ فِيْ تَكْثِيْرِ تِلَاوَتِهِ فِيْ مُدَّةٍ أَقْصَرَ، لِأَجْلِ تَحْصِيْلِ أَجْرٍ أَكْثَرَ،

Mayoritas ulama salaf dari para sahabat dan tabi’in tidak menyukai membaca Al-Qur’an dengan cepat kelewat batas. Penyebabnya adalah karena keinginan seorang pembaca Al-Quran agar membaca banyak dalam waktu singkat. Karena ingin mendapatkan pahala yang banyak,

يَفُوْتُ عَلَيْهِ مَصْلَحَةٌ أَكْبَرُ؛ وَهِيَ تَدَبُّرُ آيَاتِ الْقُرْآنِ، وَالتَّأَثُرُ بِهَا، وَظُهُوْرُ أَثَرِهَا عَلَى الْقَارِيْءِ.

tetapi kemaslahatan yang lebih besar dari itu terlupakan. Yaitu, memikirkan setiap ayat Al-Quran dan membuat perubahan pada diri pembacanya serta menampakkan pengaruh Al-Qur’an pada dirinya.

وَلَا رَيْبَ أَنَّ حَالَ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَهُوَ مُتَأَمِلٌ لِآيَاتِهِ، وَمُسْتَحْضِرٌ لِمَعَانِيْهِ؛ أَكْمَلُ مِنَ الَّذِيْ يَسْتَعْجِلُ بِهِ طَلَباً لِسُرْعَةِ خَتْمِهِ وَكَثْرَةِ تِلَاوَتِهِ.

Dan tidak diragukan lagi bahwasanya seseorang yang membaca Al Qur’an dengan memperhatikan ayat-ayatnya dan menghayati setiap maknanya, itu lebih utama daripada orang yang terburu-buru karena ingin cepat selesai membacanya dan bacaannya yang banyak.

وَلِابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَلَاماً فِيْ ذَمِّ الْإِسْرَاعِ فِيْ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ. فَعَنْ أَبِيْ وَائِلٍ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ نَهِيكُ بْنُ سِنَانٍ إِلَى عَبْدِ اللهِ، فَقَالَ :

Ibnu mas’ud memiliki ungkapan berupa celaan bagi orang yang membaca Al Quran dengan cepat. Dari Abu Wail dia berkata, ada seorang laki laki yang bernama Nuhaik bin Sinan datang kepada Abdulllah dan berkata,

يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ كَيْفَ تَقْرَأُ هَذَا الْحَرْفَ؟ أَلِفًا تَجِدُهُ أَمْ يَاءً (مِنْ مَاءٍ غَيْرِ أَسِنٍ)، أَوْ «مِنْ مَاءٍ غَيْرِ يَاسِنٍ»؟

“Wahai abu Abdurahman, bagaimana engkau membaca ayat ini, huruf alif ataukah ya, min Maain ghairi Aasin atau min main ghairi yasin”

قَالَ: فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: وَكُلَّ الْقُرْآنِ قَدْ أَحْصَيْتَ غَيْرَ هَذَا، قَالَ: إِنِّي لَأَقْرَأُ الْمُفَصَّلَ فِي رَكْعَةٍ، فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: «هَذًّا كَهَذِّ الشِّعْرِ،

maka Abdullah menjawab, “Semua ayat Al-Qur’an telah engkau hitung kecuali ayat ini.“ Lelaki itu berkata, “Sungguh, aku membaca surat Al Mufashal dalam satu rokaat”. Maka, Abdullah berkata, “cepat sekali, tanpa merenungi maknanya seperti membaca sya’ir?

إِنَّ أَقْوَامًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، وَلَكِنْ إِذَا وَقَعَ فِي الْقَلْبِ فَرَسَخَ فِيهِ نَفَعَ …([ . رواه البخاري (775) ، ومسلم (822) واللفظ له .]) .

Sesungguhnya beberapa kaum jika membaca Al-Qur’an tidak melewati kerongkongan mereka. Padahal, bila masuk ke dalam hati dan melekat disana Al-Qur’an pasti membawa manfaat”…

وَعَنْ أَبِي جَمْرَةَ قَالَ: قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: إِنِّي سَرِيعُ الْقِرَاءَةِ وَإِنِّي أَقْرَأُ الْقُرْآنَ فِي ثَلَاثٍ

Dari Abu Jamrah ia berkata, “Aku berkata kepada Ibnu Abbas, sesungguhnya akau orang yang membaca Al-Qur’an dengan cepat. Aku mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tiga hari

فَقَالَ : لَأَنْ أَقْرَأَ الْبَقَرَةَ فِي لَيْلَةٍ فَأَدَّبَّرَهَا وَأُرَتِّلَهَا أَحَبُّ إليَّ مِنْ أَنْ أَقْرَأَ كَمَا تَقُولُ .

Ibnu Abbas lantas berkata, “Aku membaca surat Al Baqarah dalam satu malam dengan penuh tadabbur dan dengan tartil, lebih ku sukai dari pada aku membaca seperti yang kamu katakan”

وَفِيْ رِوَايَةٍ : فَإِنْ كُنْتَ فَاعِلاً لَا بُدَّ، فَاقْرَأْهُ قِرَأَةً تُسْمِعُ أُذُنَيْكَ وَيَعِيهِ قَلْبُكَ ([.أخرجه ابن كثير في فضائل القرآن .(ص236) وقال محققه: وإسناده صحيح. والزيادة أخرجها البيهقي في الشعب من حديث شعبة : وقال محقق الفضائل: وإسناده صحيح . انظر الحاشية ( ص237)]) .

dan pada sebuah riwayat : “Jika kamu harus melakukan itu, maka bacalah bacaan yang telingmu saja yang mendengarkannya dan dipahami oleh hatimu”.

قَالَ ابْنُ مُفْلِحٍ : قَالَ أَحْمَدُ : تُعْجِبُنِي الْقِرَاءَةُ السَّهْلَةُ، وَكَرِهَ السُّرْعَةَ فِي الْقِرَاءَةِ قَالَ حَرْبُ : سَأَلْتُ أَحْمَدَ عَنْ السُّرْعَةِ فِي الْقِرَاءَةِ

Ibnu Muflih mengatakan bahwa Imam Ahmad berkata, “Aku lebih suka bacaan yang perlahan, dan aku tidak suka bacaan yang cepat.” Harb berkata, “Aku bertanya kepada Ahmad tentang bacaan yang cepat,

فَكَرِهَهُ إلَّا أَنْ يَكُونَ لِسَانُ الرَّجُلِ كَذَلِكَ أَوْ لَا يَقْدِرُ أَنْ يَتَرَسَّلَ، قِيلَ: فِيهِ إثْمٌ؟ قَالَ أَمَّا الْإِثْمُ فَلَا أَجْتَرِئُ عَلَيْهِ ([ . الآداب الشرعية (2/297)]).

dia memakruhkannya, kecuali jika memang lisan seseorang seperti itu, atau dia tidak bisa membaca dengan perlahan,” Ditanyakan kepadanya, “Apakah itu berdosa?” Beliau menjawab, “Adapun mengatakan berdosa, aku tidak berani.”

مَسْأَلَةٌ : أَيُّهُمَا أَفْضَلُ لِلْقَارِىءِ الْقُرْآةُ بِتَأَنِّيِّ وَتَدَبُّرِ، أَمِ الْقِرَآةُ بِسُرْعَةٍ مَعَ عَدَمِ اْلإِخْلَالِ بِشَيْءٍ مِنَ الْحُرُوْفِ وَالْحَرَكَاتِ ؟

Permasalahan : Manakah yang lebih utama bagi seorang pembaca Al-Qur’an, apakah dia membacanya dengan perlahan dan penuh perenungan, atau membaca dengan cepat, tetapi dengan memperhatikan hukum tajwidnya?

الْجَوَابُ : إِذَا كَانَتِ السُّرْعَةُ لَا تُخِلُّ بِالْقِرَآةِ، فَقَدْ فَضَّلَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ الْإِسْرَاعَ فِيْهَا طَلَباً لِكَثْرَةِ الْأَجْرِ الْمُتَرَتَّبِ عَلَى كَثْرَةِ التِّلَاوَةِ، وَفَضَّلَ بَعْضُهُمُ التَّرْتِيْلَ وَالتَّأَنِّيَ فِيْهَا .

Jawaban: Jika membaca dengan cepat tanpa ada kesalahan, sebagian ulama memandang itu lebih utama. Karena mencari pahala yang berlimpah karena membaca dengan banyak. Sebagian ulama lain membaca dengan tartil itu lebih utama.

قال ابن حجر: وَالتَّحْقِيقُ أَنَّ لِكُلٍّ مِنَ الْإِسْرَاعِ وَالتَّرْتِيلِ جِهَةَ فَضْلٍ بِشَرْطِ أَنْ يَكُونَ الْمُسْرِعُ لَا يُخِلُّ بِشَيْءٍ مِنَ الْحُرُوفِ وَالْحَرَكَاتِ وَالسُّكُونِ الْوَاجِبَاتِ

Ibnu Hajar berkata, “Dan yang benar, bahwasanya membaca cepat dan tartil ada keutamaan dan kelebihan masing-masing. Dengan syarat orang yang membaca Al-Qur’an dengan cepat harus memperhatikan huruf, harakat, dan kewajiban-kewajiban hukum tajwid lainnya.

فَلَا يَمْتَنِعُ أَنْ يَفْضُلَ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ وَأَنْ يَسْتَوِيَا فَإِنَّ مَنْ رَتَّلَ وَتَأَمَّلَ كَمَنْ تَصَدَّقَ بِجَوْهَرَةٍ وَاحِدَةٍ مُثْمَنَةٍ

Maka, boleh jadi kedua cara baca ini memiliki keutamaan yang sama. Karena orang yang membaca dengan penuh perenungan dan tartil seperti orang yang bersedekah dengan satu mutiara berharga.

وَمَنْ أَسْرَعَ كَمَنْ تَصَدَّقَ بِعِدَّةِ جَوَاهِرَ لَكِنْ قِيْمَتُهَا قِيمَةَ الْوَاحِدَةِ وَقَدْ تَكُونُ قِيمَةُ الْوَاحِدَةِ أَكْثَرَ مِنْ قِيمَةِ الْأُخْرَيَاتِ وَقَدْ يَكُونُ بِالْعَكْسِ ([ . فتح الباري (8/707)]) .

Dan yang membaca dengan cepat, seperti orang yang bersedekah dengan beberapa mutiara, tetapi harganya sama dengan satu mutiara. Dan kadang harga satu mutiara lebih mahal daripada harga banyak mutiara, dan kadang sebaliknya.

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *