ADAB MAKAN DAN MINUM – ANJURAN MAKAN DENGAN TIGA JARI DAN MENJILATI JARI SETELAH MAKAN

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

مِنْ هَدْيِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَأْكُلُ بِأَصَابِعِهِ الثَّلَاثِ، وَكَانَ يَلْعَقُ يَدَهُ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ طَعَامِهِ.

Di antara tuntunan yang diajarkan oleh Nabi bahwasanya beliau makan dengan tiga jari dan menjilat jari beliau setelah makan.

جَاءَ ذَلِكَ فِيْ حَدِيْثِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ بِثَلَاثِ أَصَابِعَ، وَيَلْعَقُ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ يَمْسَحَهَا» ([ . رواه مسلم(20232)، وأحمد(26626)، وأبو داود(3848) ، والدارمي(2033)]) .

Hal itu dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Malik dari ayahnya bahwasanya dia berkata, “Rasulullah makan dengan tiga jari, dan menjilati jarinya sebelum dia mengusap jarinya.”

قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ : وَكَانَ يَأْكُلُ بِأَصَابِعِهِ الثَّلَاثِ، وَهَذَا أَنْفَعُ مَا يَكُونُ مِنَ الْأَكَلَاتِ، فَإِنَّ الْأَكْلَ بِأُصْبُعٍ أَوْ أَصْبُعَيْنِ

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Adalah Rasulullah makan dengan tiga jari. Dan hal ini lebih bermanfaat saat makan. Karena makan dengan satu jari atau dua jari

لَا يَسْتَلِذُّ بِهِ الْآكِلُ، وَلَا يُمْرِيهِ، وَلَا يُشْبِعُهُ إِلَّا بَعْدَ طُولٍ، وَلَا تَفْرَحُ آلَاتُ الطَّعَامِ وَالْمَعِدَةُ بِمَا يَنَالُهَا فِي كُلِّ أَكْلَةٍ…

tidak mengenakkan, tidak mengenyangkan, dan lama selesainya. Juga tidak membuat organ pencernaan di dalam tubuh menerima asupan makanan pada setiap suapan.

وَالْأَكْلُ بِالْخَمْسَةِ وَالرَّاحَةِ يُوجِبُ ازْدِحَامَ الطَّعَامِ عَلَى آلَاتِهِ، وَعَلَى الْمَعِدَةِ، وَرُبَّمَا انْسَدَّتِ الْآلَاتُ فَمَاتَ،

Sedangkan makan dengan lima jari dan telapak tangan membuat suapan menjadi lebih banyak dan membuat organ pencernaan terganggu, atau bahkan dapat menutupi pernafasan hingga seseorang mati karenanya.

وَتُغْصَبُ الْآلَاتُ عَلَى دَفْعِهِ، وَالْمَعِدَةُ عَلَى احْتِمَالِهِ، وَلَا يَجِدُ لَهُ لَذَّةً وَلَا اسْتِمْرَاءً،

Membuat organ penceraan kesulitan menelannya dan membuat lambung berat menerimanya. Tidak membuat kenikmatan dan tidak menghilangkan rasa lapar

فَأَنْفَعُ الْأَكْلِ أَكْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَكْلُ مَنِ اقْتَدَى بِهِ بِالْأَصَابِعِ الثَّلَاثِ. ([ . زاد المعاد(4/222) بتصرف يسير .]) .

Maka, cara makan yang paling bermanfaat adalah (cara) makannya Rasulullah dan cara makan orang-orang yang mengikuti sunnahnya dengan menggunakan tiga jari.”

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا»

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian makan, maka janganlah dia mengusap tangannya hingga dia menjilati tangannya atau dijilati (orang lain) tangannya.”

وَعِنْدَ أَحْمَدَ وَأَبِيْ دَاوُدَ : فَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمَنْدِيْلِ حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا ([ . رواه البخاري(5456)، ومسلم(2031)، وأحمد(3224)، وأبو داود(3847)، وابن ماجه(3269)، والدارمي(2026)]).

Dan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud, “Janganlah mengusap tangannya dengan sapu tangan, hingga dia menjilati tangannya atau dijilati (orang lain) tangannya.”

وَالْعِلَّةُ فِيْ ذَلِكَ مُبَيِّنَةً فِيْ حَدِيْثٍ عَنْ جَابِرٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِلَعْقِ الْأَصَابِعِ وَالصَّحْفَةِ، وَقَالَ: «إِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ» ([ . مسلم (2033) واللفظ له، أحمد(13809)، ابن ماجه(3270)]) .

Alasan dari hal itu dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, “Bahwasanya Nabi memerintahkan untuk menjilati jari dan piring, dan bersabda, “Karena sesungguhnya kalian tidak mengetahui di mana keberkahan pada makanan itu berada’.”

وَفِيْ قَوْلِهِ : «لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ» مَعْنَاهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّ الطَّعَامَ الَّذِيْ يَحْضُرُهُ الْاِنْسَانُ فِيْهِ بَرَكَةٌ

Sabda beliau (karena sesungguhnya kalian tidak mengetahui dimana keberkahan pada makanan itu berada), maknanya adalah -Allah Maha Tahu- bahwasanya makanan yang dihadirkan seorang insan di dalamnya ada keberkahan,

وَلَا يَدْرِيْ أَنَّ تِلْكَ الْبَرَكَةَ فِيمَا أَكَلَهُ أَوْ فِيمَا بَقِيَ عَلَى أَصَابِعِهِ أَوْ فِي مَا بَقِيَ فِي أَسْفَلِ الْقَصْعَةِ أَوْ فِي اللُّقْمَةِ السَّاقِطَةِ

dan dia tidak tahu bahwa keberkahan itu pada yang dia makan, atau yang tersisa pada jarinya atau yang tersisa pada piring, atau pada suapan yang terjatuh.

فَيَنْبَغِي أَنْ يُحَافِظَ عَلَى هَذَا كُلِّهِ لِتَحْصُلَ الْبَرَكَةُ وَأَصْلُ الْبَرَكَةِ الزِّيَادَةُ وَثُبُوتُ الْخَيْرِ وَالْإِمْتَاعِ بِهِ

Maka sebaiknya seseorang memelihara semua ini agar dia mendapatkan keberkahan. Asal dari kata berkah adalah bertambah dan langgengnya kebaikan dan kenikmatan.

وَالْمُرَادُ هُنَا وَاللهُ أَعْلَمُ مَا يَحْصُلُ بِهِ التَّغْذِيَةُ وَتَسْلَمُ عَاقِبَتُهُ مِنْ أَذًى وَيُقَوِّي عَلَى طَاعَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَغَيْرُ ذَلِكَ قَالَهُ النَّوَوِيُّ ([ . شرح مسلم . المجلد السابع (13/172)]) .

Dan yang dimaksud di sini adalah -wallahu a’lam- apa yang dihasilkan dari makanan itu dan selamat pada kesudahannya dari segala penyakit, serta menguatkan diri untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan selainnya. Ini dikatakan oleh An-Nawawi.

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *